Runtuhnya Hindia Belanda (Desember 1941- 8 Maret 1942)

Oleh : YULIA SARI/B/S13

Kolonialisme Barat didirikan melalui kekuatan-kekuatan angkatan laut, dan pertahanan terakhir darinya terhadap ancaman Jepang adalah juga dilaut. Kekuatan-kekuatan darat dari berbagai negara di bawah jajahan negara-negara Barat tidak besar dan memang diperkirakan tidak akan bertahan. Lautan akan menjadi operasi penting untuk babak pertama dari peperangan di Pasifik tersebut. Situasi Tanggal 8 Desember 1941 adalah sebagai berikut: pasukan Jepang menyerang Pearl Harbour, pusat pertahanan AS di pasifiq. tidak saja Pearl Harbour dibom oleh Jepang dengan kehancuran sebagian besar Pasifiq Fleet dan angkatan udaranya, tetapi serangan-serangan juga terjadi atas Pulau Luzon (Filifina) dimana banyak pesawat terbang Amerika Serikat dihancurkan di lapangan terbang. Dua hari kemudian pada tanggal 10 Desember Cavite diserang dari udara dimana ternyata pertahanan udara Amerika Serikat sama sekali tidak berdaya dan tidak berfungsi dan sekali lagi pesawat-pesawat tersebut hancur dan menimbulkan kerugian-kerugian atas Angkatan Laut Amerika Serikat Manila. Serangan tersebut bertujuan untuk melumpuhkan kekuatan Amerika Serikat agar tidak turut campur membantu sekutunya yaitu Inggris dan Belanda.

Invasi Jepang ke Asia Tenggara mula-mula ditujukkan ke Hongkong. Walaupun Inggris mengadakan perlawanan, tetapi tidak berlangsung lama. Pada tanggal 25 Desember 1941, Hongkong resmi diduduki oleh Jepang. Penyerbuan selanjutnya ditujukkan terhadap Malaysia yang merupakan pusat pertahanan Inggris yang vital. Inggris mempertahankan Malaysia secara mati-matian, tetapi akhirnya berhasil dilumpuhkan pada bulan Februari 1942. serangan berikutnya dilancarkan ke Jepang ke wilayah Birma. Akhirnya Jepang  berhasil menguasai Birma pada bulan Mei 1942.

Daerah yang menjadi serangan berikutnya adalah Filipina. Tentara Jepang yang dipimpin oleh Jendral Masaharu Homma mendapat perlawanan yang hebat dari tentara Amerika Serikat dibawah komandan Jendral Douglas Mac Arthur. Namun, lambat laun pertempuran pun tidak seimbang, maka Presiden Rooselvelt memerintahkan Mac Arthur mengundurkan diri ke Australia. Sebelum meninggalkan Filipina, Mac Arthur berucap, "I shall return" (saya akan kembali ).

Untuk mengantisipasi serangan Jepang, negara-negara sekutu di Asia Tenggara setelah membentuk komando gabungan dengan nama Abdacom (American, British, Dutch, Australian Command). Komandan tertingginya dijabat oleh Marsekal Sir Archibald Wavell (Inggris), komandan angkatan laut adalah Laksamana Thomas C. Harth (Amerika), komandan angkatan darat adalah Letnan Jendral Hein Ter Poorten (Belanda), dan komandan angkatan udara adalahMarsekal Richard E,C. Pierce (Australia).

Markas besar Abdacom berada di Lembang (Jawa Barat), sedangkan markas besar Angkatan Lautnya di Surabaya. Untuk pertahanan di laut, sekutu membagi daerah perairan Asia Tenggara atas tiga bagian. Wilayah barat, dimulai dari Laut Cina Selatan, Laut Hindia, dan Singapura, merupakan tanggung jawab Inggris. Wilayah perairan Makasar terus ke timur menjadi tanggung jawab Amerika dan Australia, sedangkan Laut Jawa menjadi tanggung jawab Belanda.

Abdacom memiliki sejumlah kelemahan, yaitu:
a) Jumlah tentaranya tidak memadai dibandingkan dengan jumlah tentara Jepang.
b) Mereka tidak pernah mengdakan latihan bersama.

Sistem perang maupun sistem komandonya masing-masing berbeda. Sebaliknya, pihak Jepang memiliki tentara dalam jumlah besar. Mereka dibawah satu komando terlatih dan memiliki semangat bushido yang tinggi.
Dalam serangannya terhadap Sekutu di Laut Cina Selatan, kapal Inggris Prince of Wales dan Repulse berhasil ditenggelamkan oleh 50 pembom berani mati Jepang. Dan akhirnya setelah peristiwa itu Abdacom berantakan, komandan tertinggi yaitu Sir Archibald Wavell akhirnya terpaksa meninggalkan Indonesia karena sudah tidak bisa dipertahankan lagi dan meningkir ke India untuk mempertahankan India.

Dalam serangannya ke Indonesia, tentara Jepang memperoleh kemajuanyang sangat cepat. Secara gemilang, Jepang menduduki Tarakan pada tanggal 11 Januari 1942, Palembang pada tanggal 14 Januari, Manado pada tanggal 17 Januari, Balikpapan pada tanggal 22 Januari, Pontianak pada tanggal 22 Februari, dan Bali pada tanggal 26 Februari 1942.

Dalam upaya merebut pulau Jawa, Jepang membentuk Operasi Gurita. Gurita Barat dimulai dari Indo-Cina melalui Kalimantan Utara dengan sasaran Pulau Jawa, sedangkan Gurita Timur dimuai dari Filipina melalui selat Makasar menuju Jawa Tengah dan Jawa Timur. Operasi Gurita Barat tidak mengalami kesulitan mendarat di Eretan (Indramayu) dan Banten, sedangkan Gurita Timur harus menghadapi Sekutu dalam pertempuran laut dekat Balikpapan (Kalimantan Timur). Juga di Laut Jawa (The Battle of the Java Sea) terutama diperairan antara Bawean, Tuban, dan Laut Rembang berlangsung pertempuran selama 7 jam pada tanggal 27 Februari1942.

Dalam rangka usaha menyerbu kota bandung, pada tanggal 1 Maret Jepang telah mendaratkan satu detasemen yang dipimpin oleh colonel Toshinori Shoji denga kekuatan 5.000 orang di eretan, sbelah barat Cirebon. Pada hari yang sama Kolonel Shoji telah berhasil menduduki Subang.

Momentum itu mereka manfaatkan dengan terus menerobos ke lapangan terbang kalijati Subang, hanya 40 km dari Bandung. Setelah pertempuran singkat tapi hebat pasukan – pasukan Jepang merebut lapangan tersebut.

Keesokan harinya tentara Hindia Belanda berusaha merebut lapangan terbang di Subang kembali, tetapi ternyata mereka tidak berhasil.Serangan balasan ke dua atas Sudang dicoba pada tanggal 3 maret 1942 dan sekali lagi tentara Hindia Belanda dipukul mundur. Pada tanggal 4 Maret 1942 untuk terakhir kalinya tentara Hindia Belanda mengadakan serangan lagi dalam usaha untuk merebut Kalijati dan sekali lagi mengalami kegagalan dengan menderita ratusan korba.

Pada tanggal 5 Maret 1942 tentara jepang bergerak dari kalijati untuk menyerbu bandung dari arah utara. Mula – mula digempurnya pertahanan Ciater, sehingga Tentara Hindia Belanda mundur ke Lembang dan menjadikan kota tersebut sebagai pertahanan yang terakhir. Tetapi tempat ini pun tak berhasil dipertahankan sehingga pada tanggal 7 Maret 1942 petang hari dikuasi oleh tentara jepang.

Operasi kilat Detasemen Shoji itu telah mengakibatkan kritisnya posisi tentara KNIL dalam pertempuran di jawa barat, sehingga kapitulasi pasukan – pasukan yang dikonsentrasikan di sekitar Bandung dalam beberapa hari dapat menjadi kemungkinan yang serius. Pada hari sabtu tanggal 6 Maret 1942 keluarlah perintah dari panglima KNIL,Letnan Jenderal Ter Poorten kepada panglima di jawa Barat, mayor Jennderal J.J. Pesman, yang isinya tentang Bahwa: "Bagaimanapun juga operasi-operasi berlangsung dan berkembang diBandung tidak dibolehkannya mengadakan pertempuran. Baik jenderal Ter Poorten maupun Gubernur Jenderal Tjarda Van Starkenborgh Stachouwer kedua – duanya berpendapat bahwa bandung telah penuh dan sesak dengan penduduk sipil, wanita dan anak-anak. sehingga perlu dicegah pertempuran – pertempuran di kota itu.

Tak lama sesudah berhasil didudukinya posisi tentara KNIL di Lembang, maka pada tanggal 7 maret 1942 pada petang harinya pasukan – pasukan Belanda di sekitar bandung meminta penyerahan local. Kolonel Shoji menyampaikan usul penyerahan local dari pihak Belanda ini kepada Jenderal Imamura tetapi tuntutannya adalah penyerahan total daripada semua pasukan Serikat di jawa ( dan bagian Indonesia lainnya).

Pada hari senin pagi Jenderal Ter Poorten memberi laporan lengkap dan ia berpendapat bahwa ia harus menolak untuk bertemu dengan Jenderal Imamura di Subang. Lalu dari markas besar bala tentara Jepang, Keluarlah ancaman.Jika pihak Belanda tidak mengindahkan ultimatum Jepang, maka kota bandung yang penuh sesak dengan penduduk sipil,wanita, dan anak-anak, serta pengungsi dari mana-mana akan dihujani bom dari udara oleh Angkatan udara Jepang. Jenderal Imamura pun mengajukan tuntutan lainnya agar Gubernur Jenderal belanda turut dalam perundingan di kalijati yang diadakan selambat – lambatnya pada hari berikutnya. Jika tuntutan itu dilanggar, pemboman atas kota bandung dari udara akan segera dilakukan. Akhirnya pihak belanda memenuhi tuntutan jepang dan keesokan harinya, baik Gubernur Jenderal Tjarda van Starkenborgh Stachouwer maupun panglima tentara Hindia belanda serta beberapa pejabat tinggi militer dan seorang penterjemah berangka ke kalijati Subang. Di sana mereka kemudian berhadapan dengan letnan Jenderal Imamura yang datang dari Batavia ( Jakarta ). Hasil pertemuan antara kedua belah pihak adalah kapitulasi tanpa syarat Angkatan perang Hindia belanda kepada jepang.

Menyerahnya Belanda kepada Jepang pada bulan Maret 1942 telah dianggap sebagai titik terakhir dari kekuasaan kolonialnya di Indonesia yang telah berlangsung selam tiga abad. Namun tnapa peristiwa itu pun, sesungguhnya awal dari proses runtuhnya kekuasaan kolonial Belanda di Indonesia telah nampak sejak permulaan abad ini ketika benih-benih Nasionalisme Indonesia modern mulai menampakkan dirinya. Proses itu makin nyata pada pertengahan tahun 1920-an hingga awal tahun 1940-an dengan munculnya aspirasi dan gerakan-gerakan nasionalis yang dengan tegas menuntut kemerdekaan Indonesia. Situasi Internasional yang ditandai oleh Perang Dunia II, melalui nama Jepang mengambil alih kekuasaan Belanda di Indonesia selama tiga setengah tahun, hanyalah merupakan faktor yang mempercepat proses keruntuhan tersebut yang sudah berakar jauh sebelumnya.

DAFTAR PUSTAKA
Onghokham,Runtuhnya Hindia Belanda,PT Gramedia,Jakarta,1987

http://arif.rahmawan.web.id/2013/07/runtuhnya-hindia-belanda.html

No comments:

Post a Comment