Aksi-Aksi Partai Komunis Indonesia (PKI) pada masa Kolonial Belanda

M.Ridwan/SI IVB

Aksi atau gerakan PKI pada zaman colonial elanda dapat digolongkan menjadi dua gerakan aksi. Pertama, aksi gerakan yang dilakukan pada tanggal 12 november tahun1926, yang terjadi didaerah jawa barat, khususnya daerah banten. kedua, daerah sumatera, khususnya sumatera barat.[1] Namun sebelum itu ada lebih baikny mengetahui tentang pembentukan PKI tersebut
Partai Komunis Indonesia (PKI) adalah partai politik di Indonesia yang berideologi komunis. Partai Komunis Indonesia (PKI) didirikan pada 9 mei 1914 dengan inisiatif seorang tokoh sosialis belanda bernama Henk Sneevlie bbersama dengan B. J. A. Bransteder, H. W. Dekker, P. Bergsma, dan semaun. Partai ini awalnya bernama Indische Social-Democratische Vereeniging (ISDV) (Persatuan Sosial Demokrat Hindia Belanda).[2] ISDV awalnya mencoba bersekutu dengan insulinde, tetapi tujuannya tidak tercapai dan kerja sama berakhir. ISDV mulai melihat potensi yang dimiliki Sarikat Islam (SI) yang memiliki ratusan ribu pendukung. Kemudian ISDV melakukan infiltrasi (penyusupan) kedalam Sarikat Islam dan berkat dukungan komunisme internasional (komintern).
Masuknya komunis dikalangan masyarakat, menggunakan islam seagai senjata propagandanya. Pengertian komunis ditekankan sebagai usaha menentang belanda dengan perang sabil. Hal tersebut kemudian dipertegas oleh alimin dan musso yang datang ke pandeglang sekitar tahun 1925. Dihadapan massa, kedua tokoh PKI ini menguraikan secara panjang lebar soal-soal perjuangan bangsa menghadapi penjajahan belanda. Dalam usahanya mendapatkan dukungan dari rakyat banten, PKI menghilangkan pengertian komunisme, mereka lebih mengedepankan pbersamaan perjuangan antara islam dan PKI. Oleh karena itu, para ulama banten tidak menentang kehadiran PKI di Banten. Bahkan, diantara para ulama itu, ada yang menjadi pengurus PKI cabang banten. Selain itu, dukungan juga datang dari golongan petani yang dijanjikan akan dibebaskan dari pajak kepal atau pajak perorangan (hoofgeld). [3]
Organisasi ini berganti nama menjadi Perserikatan Komunis di Hindia (PKH), PKH adalah partai komunis pertama di asia yang menjadi bagian dari komunis internasional. Henk sneevlit mewakili partai ini dalam kongres komunis internasional pada 1920. Pada tahun 1924 berganti nama lagi menjadi Partai Komunis Indonesia (PKI). Perubahan nama ini membuat PKI semakin menguatkan hubungan dengan komintern dan dibentuklah Front Persatuan dan mulai menentang  cita-cita Pan-Islamisme.
Dengan demikian, PKI sudah menarik garis pertentangan dengan sangat keras terhadap SI. Pihak SI membalas melalui surat kabar dan dalam kongresnya. Untuk mengakhiri infiltrasi dari PKI, maka dalam kongres SI ke-6 di Surabaya, agus salim dan abdul muis mendesak agar disiplin partai ditegakkan dan dilarang adanya rangkap anggota. Kemudian, muncul istilah Si Merah (terpengaruh PKI) dan Si Putih (Islam). Pada bulan april 1924, Si Merah berganti nama menjadi sarekat rakyat dan resmi menjadi under bouw PKI. Desember 1924, sarekat rakyat dilebur ke dalam PKI. Dengan demikian, PKI untuk pertama kalinya mulai memimpin sendiri organisasi massa. [4]
PKI yang telah mendeklarasikan diri sebagai suatu organisasi yang tidak tergantung atau berkaitan dengan organisasi lainnya berupaya untuk menguatkan organisasinya dengan segala cara. Dalam upaya ini, bahkan strategi dan taktik organisasi yang dijalankan kadang kala menimbulkan gesekan dengan organisasi atau kelompok lain. Cara yang demikian memuat situasi politik pada saat itu semakin memanas. Dinas intelijen belanda juga semakin mencium aroma “pemerontakan” oleh PKI terhadap pemerintah belanda. Akibatnya timbul gerakan antikomunis dan pemerintah colonial belanda mulai mengambil tindakan tegas. Rapat-rapat mereka sering dibubarkan. Para tokoh dan aktivis PKI banyak yang di buru, ditangkap, dan diasingkan sehingga banyak aktivisnya yang melarikan diri keluar negeri, untuk berlindung dari kejaran intel belanda. Diawali dengan sneevlit tahun 1919, Tan Malaka tahun 1922 duang dan di usir dari Indonesia, somaoen ditangkap tahun 1923. Dengan demikian semua pemimpinan PKI seperti darsono, ali archam, alimin, musso, mulai merasa terancam dan tidak aman.
Pada kongres PKI tanggal 11-27 dikota gede, Yogyakarta diahas mengenai rencana gerakan bersama diseluruh Indonesia. Rencana pemberontakan ini pada awalnya tidak memperoleh persetujuan dari komintern. Aksi-aksi seperti pemogokan mendapat perhatian serius dari pemerintah colonial belanda, bahkan  rapat-rapat PKI banyak yang dibubarkan paksa oleh pemerintah colonial belanda, sekitar januari 1925, musso, boesoetjitro, dan soegonorencananya akan ditangkap oleh gubernur jenderal van limburg stirum, namun mereka terlebih dahulu pergi ke singapura.
Meskipun para tokoh dan pemimpin PKI banyak yang berada di luar negeri seperti alimin, musso, boedisoetjitro, soegono, subakat, sanusi, dan winata berada disingapura, tan malaka di manila, dan darsono di uni soviet, namun kegiatan-kegiatan atau pola gerakan PKI masih banyak dijumpai dimasyarakatterutama dibasis-basis PKI. Karena sebagian dari para tokoh sentralnya banyak berada diluar negeri, maka pola gerakan dengan “gaya local” dan aksi local (local action) yang diantaranya tidak banyak berkaitan dengan komunisme teoritis. Hal ini misalnya terlihat dibanten, partai ini menjadi islamyang berlebih-lebihan.
Selama tahun 1925, doktrinisasi unsure-unsur yang lebih ekstrem dalam PKI untuk melawan pemerintah yang ada semakin sater dilakukan. Hal ini dilakukan oleh dahlan dan soekra, dua pemimpin yang menolak patuh kepada kepemimpinan yang tetap. Mereka terus menghasut untuk dicetuskannya revolusi dengan menggunakan metode-metode teoritis. Dalam usaha mereka, mereka. didukung oleh dua pemimpin penting yang sudah mapan, alimin dan musso. Kelompok ini berhasil menguasai suatu rapat komisi pelaksanaan partai yang meliatkan para pemimpin persatuan dagang pokok diawah pengawasan komunis rapat tersebut dilaksanakan di candi prambanan (antara Yogyakarta dan Surakarta). Sebagai hasilnya, pada pertengahan bulan oktober 1925, revolusi (perlawanan) terhadap pemerintah colonial belanda) harus segera dibentuk dan dilaksanakan.
Untuk menindak lanjuti hasil rapat itu, alimin pergi ke manila untuk menemui tan malaka selaku wakil komintern untuk wilayah asia tenggara dan Australia. Dengan harapan, rencana itu akan mendapat dukungannya. Ternyata diluar dugaan, Tan Malaka menolak keputusan prambanan. Menurut Soe Hok Gie dalam bukunya “Orang-orang di persimpangan Kiri Jalan”, ada lima faktor yang menyebabkan Tan Malaka menolak aksi pemberontakan tersebut. Antara lain :
1.      Situasi revolusioner belum ada,
2.      PKI belum cukup berdisiplin,
3.      Seluruh rakyat belum berada dibawah PKI,
4.      Tuntutan atau sumbangan konkret belum dipikirkan, dan
5.      Imperialisme internasional bersekutu melawan komunisme [5]
Reaksi tan malaka membuat perpecahan didalam tubuh PKI, tetapi alimin dan musso tidak gentar, kemudian, alimin dan musso pergi ke moskow untuk membahas tentang keputusan prambanan 16 maret 1926 alih-alih mendapat dukungan, sebaliknya mereka harus diindoktrinasi lagi, alimin dan musso tiba di Malaya melalui kanton (sebuah kota ditiongkok selatan) pada pertengahan bulan desember 1926. Pada tanggal 18 desemer 192, mereka ditahan orang inggris di johor, Malaysia, dan tidak kembali ke Indonesia lagi
Bagai ayam kehilangan induknya, PKI tanpa pemimpi yang militant. Segala kegiatanPKI kemudian menjadi kacau, ditamah lagi para anggota yang merasa kebingungan apakah ikutan Tan Malaka atau alimin-musso. Tidak adanya koordinasi para pemimpinnya membuat PKI semakin memperburuk citra PKI pada pengikutnya. Kondisi yang demikian coba ditenangkan dan diantisipasi oleh sardjono dan beberapa tokoh lain yang mencoba mempertahankan pengaruh, namun usaha mereka gagal. Bahkan, suparjo yang kembali ke Indonesia untuk memberitahukan hasil diskusinya dengan Tan Malaka dan subakat, tidak dihiraukan
Meskipun rencana aksi pemberontakan yang dihasilkan pada keputusan prambanan bisa ditunda untuk sementara waktu,namun akhirnya meletus  juga pada malam hari pada tanggal 12 november 1926 di jawa barat, tepatnya di daerah banten dan priangan. Kemudian menyusul disumatera barat pada tanggal 1 januari 1927. Pemberontakan dibatavia dapat ditumpas oleh pemerintah colonial belanda dalam waktu satu hari. Dibanten dan priangan, penumpasan berhasil dan selesai pada bulan desember. Sedangkan disumatera dapat ditumpas selama tiga hari dan mendapat perlawanan yang relatif kuat. [6]
Dalam aksi yang dilakukan oleh massa PKI saat itu, banyak masyarakat yang menjadi tumbal. Menurut ricklefs, di jawa, seorang warga eropa tewas. Begitu pula di sumatera. Sekitar 13.000 orang ditangkap, beberapa orang ditembak, kira-kira 4.500 orang dijebloskan kedalam penjara dan 1.038 orang dikirim ke penjara yang terkenal mengerikan dib oven digul, irian yang khusus dibangun pada tahun 1927 untuk mengurung mereka. Setelah kejadian pemberontakan tersebut, PKI secara organisasi atau secara kelompok dilarang oleh pemerintah colonial belanda. [7]
Notes :
[1] Sucipto, herman dwi (2013). Kontroversi G 30 S. Palapa. Jogjakarta. Hal : 26
[3] Sucipto, herman dwi (2013). Kontroversi G 30 S. Palapa. Jogjakarta. Hal : 26
[4] Sucipto, herman dwi (2013). Kontroversi G 30 S. Palapa. Jogjakarta. Hal : 21
[6] Sucipto, herman dwi (2013). Kontroversi G 30 S. Palapa. Jogjakarta. Hal : 25
[7] Sucipto, herman dwi (2013). Kontroversi G 30 S. Palapa. Jogjakarta. Hal : 25


No comments:

Post a Comment