PARINDRA


KARDI CANDRA/ A/ S1V
Berbicara tentang Parindra hendaknya kita mulai dengan awal terbertuknya partai tersebut. Dalam halini kita mulai dengan, Dr.Soetomo dimana beliau adalah seorang tokoh pendiri Budi Otomo, pada ahir tahun 1935 di kota Solo, Jawa tengah, berusaha untuk menggabungkan antara PBI (Persatuan Bangsa Indonesia). Serikat Selebes, serikat Sumatra, serikat Ambon, Budi Otomo, dan lahirnya sebagai tanda berakhirnya fase kedaerahan dalam pergerakan kebangsaan menjadi Parindra (Partai Indonesia Raya). PBI sendiri merupakan klub studi yang didirikan oleh Dr.Soetomo pada tahun 1930 di Surabaya, Jawa Timur.[1]
Ada beberapa tokoh yang ikut serta dan bergabung dengan Parindra (Partai Indonesia Raya) pada saat itu ialah:
1. Woeryanigrat
2. Soekardjo Wijopranto
3. Raden Mas Margono Djojohadikusumo
4. R. Panji Soeroso
5. Mr.Soesanto Tirtoprojo
Parindra berusaha menyusun kaum Tani dengan mendirikan RT (Rukun Tani), menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun Perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (Menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah.
Kegiatan Parindra ini sangat didukung oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda, pada saat itu ialah Van Starkenborg yang menggantikan de Jonge pada tahun 1936. Pada tahun 1937 Parindra memiliki anggota 4.600 orang, berjalan dengan waktu pada tahun 1938 anggota Parindra bertambah menjadi 11.250 orang, anggota ini senagian besar berkonsentrasi di Jawa Timur. Diperkiraan anggota Parindra (Partai Indonesia Raya) pada saat itu berjumlah 19.500 orang. [2]
Dengan gagalnya Partindo untuk mengadakan kongres pada tanggal 22-25 Desember 1933 menimbulkan gagasan baru bagi Dr. Sutomo selaku Ketua PPPKI untuk menyatukan partai-partai lain dibawah asuhannya. Maka direncanakan oleh Dr.Sutomo adanya penggabungan partai antara Budi Otomo dan PBI. Kemudian pada tanggal 6 Januari 1934 dibentuk panitia ad hoc dari pihak PBI, dan Budi Otomo, yang bertugas untuk mengadakan perundingan tentang adanya penggabungan kedua partai tersebut. Pada tanggal 19 April 1935 Panitia berhasil merealisasi gagasan penggabungan (fusi) antara dua partai tersebut dan akan dinyatakan /diresmikan pada kongres tanggal 24-26 Desember 1935. Hasil penggabungan dua partai yakni PBI dan Budi Otomo menjadi Partai Indonesia Raya yang disingkat menjadi Parindra.
Pada tanggal 24-26 Desember 1935 kongres bersama-sama antara Budi Otomo dan PBI dilaksanakan di Surakarta. Hasil kongres menyatakan sesuai dengan hasil keputusan rapat Panitia ad hoc, yaitu penggabungan dua partai PBI dan Budi Otomo menjadi Partai Indonesia Raya disingkat menjadi Parindra. Sebagai ketua dipilih Dr. Sutomo, wakil Ketua R.M.A. Wurjaningrat. Pada Kongres tersebut dicetuskan tujuan Parindra sebagai berikut:
a. Bahwa tiap-tiap manusia berhak dan berkewajiban untuk berjuang bagi keselamatan Negara dan bangsanya. Untuk itu harus ada kerjasama antara rakyat dan Parindra untuk mencapai kemakmuran dan kemulian Indonesia.
b. Bahwa Parindra bertujuan untuk membentuk sebuah Negara Indonesia Raya yang harus dilaksanakan oleh rakyat sendiri.
c. Parindra berkeyakinan untuk memperjungkan sebuah Negara yang makmur, untuk itu rakyat Indonesia harus bersatu baik dalam bidang politik maupun dalam bidang ekonomi.
Untuk mencapai tujuan tersebut da dalam kongres dicetuskan pula syarat-syarat yang meliputi beberapa bidang:
a. Susunan pemerintahan yang demokratis, bersandar atas kepentingan dan kebutuhan Indonesia.
b. Alat pemerintahan yang berdasar dan ditujukan pada kepentingan Indonesia serta dipegang sendiri oleh bangsa Indonesia.
c. Kedudukan yang sama bagi segala penduduknya.
d. Hak dan kewajiban yang sama bagi tiap-tiap orang.
Di saat gerak Parindra berhasil dengan baik dan berkembang dengan pesat, sehingga sudah akan mengadakan konggres lagi yang ke II yakni pada bulan Desember tahun 1938, mendadak ada kesedihan dalam diri Parindra sebab Dr.Sutomo yang merupakan motor dari Parindra meninggal dunia pada tanggal 30 Mei 1938 di Rumah Sakit Pusat Surabaya. Sebelum beliau meninggal masih sempat berpesan Sudirman:
"Saudaraku, pesanku padamu dan pada saudara-saudara lain semuanya yang akan kutinggalkan, bekerjalah terus untuk kemajuan pergerakan kita. Ketahuilah olehmu saudara, bahwa pergerakan bangsa kita masih harus berkembang, harus bersemi dan harus selalu maju. Oleh karena itu, saudara sampaikanlah pesanku kepada saudara-saudara semuanya yang tidak dapat mengunjungi saya kemari, bersama-samalah bekerja lebih giat dan kuat guna kemajuan pergerakan dan perjuangan bangsa". [3]
Atas permintaan beliau sendiri jenazah dikebumikan di halaman Gedung Nasional Surabaya.
Walaupun Dr.Sutomo telah meninggal, tetapi dengan adanya pesan terakhir tersebut, maka kaum pergerakan Nasional khususnya Parindra semangatnya pantang mundur. Untuk membina tetap adanya kekompakan pada diri Parindra, selaku Ketua diganti oleh R.M.A. Wurjaningrat sebagai Ketua cita-cita atau tetap diteruskan.[4]
Pada bulan Juli 1938 Rukun Tani sudah mampu mengadakan konprensi yang pertama di Lumajang. Konprensi Rukun Tani Parindra ini dimeriahkan juga dengan pasar malam, yang mendapat perhatian dari segala lapisan masyarakat. Hadir dalam konprensi tersebut antara lain Gubernur Jawa Timur Van der Plas. Di dalam sambutannya dia mengatakan simpatinya terhadap Rukun Tani. Di harapkan juga oleh Van der Plas agar supaya Rukun Tani menjauhkan dari soal-soal politik.
Harapan dari Van der Plas tersebut tentunya cukup didengar saja, sebab bagaimanapun juga Rukun Tani Parindra didirikan oleh kaum pergerakan nasional, jadi jelas sedikit banyak tentu berbau politik. Di dalam diri Parindra didirikan juga koprasi Tani yang disebut Loemboeng-cooperatie (lumbung koprasi). Lumbung koprasi Parindra ini banyak sekali didirikan di jawa Timur, antara lain di Dawuhan, Gombloh, Kaliboto, Jogayudan, Karangbendo, Jombang, Kutorejon, dan lain-lain.
Parindra selain memperhatikan bidang politik dan ekonomi, bidang sosial pun mendapat perhatian yang baik sekali, sehingga dibentuk Departemen Sosial Parindra. Dalam bidang ini Parindra mengusahakan pemeliharaan penganggur dan pembukaan berbagai klinik umum. Pekerjaan sosial lainnya yang tidak mampu ditangani oleh Parindra sendiri, wakil Parindra memperjuangkan di dalam dewan-dewan. Pekerjaan sosial dimaksud antara lain perbaikan perumahan rakyat, pengaturan ait umum, pembuatan kakus umum, dan lain-lain.
Dengan demikian jelas bahwa Parindra berjuang dalam bidang sosial masyarakat tidak hanya terbatas pada kemampuan yang ada, tetapi Parindra juga memperjuangkan kepada dewan (Perlemen), sesuai dengan jiwa atau sifat perjuangan Parindra yakni koperasi incidental.
Di dalam bidang pendidikan Parindra juga berusaha untuk memperjuangkan melalui dewan. Usaha ini antara lain:
a. Memperjuangkan untuk dapatnya mengubah jumlah dan jenis sekolah yang cocok dengan rencana kemakmuran dan perkembangan penduduk.
b. Memperjuangkan untuk dapatnya menurunkan uang sekolah dengan maksud agar sesuai dengan kemampuan rakyat. Di samping itu juga diperjuangkan agar supaya anak-anak yang tidak mampu mendapat kesempatan untuk belajar dengan cuma-cuma.
c. Memperjuangkan untuk dapatnya memberikan beasiswa secara luas dan menyelenggarakan asrama murah bagi para siswa sekolah menengah dan sekolah tinggi dan apabila dipandang perlu juga untuk anak-anak sekolah rakyat.[5]
Dengan melihat usaha-usaha Parindra yang menyeluruh, maka wajar apabila Parindra mendapat sambutan yang baik sekali dari masyarakat Jawa Timur sehingga partai ini hidup terus sampai nanti tahun 1942. Dengan bergantinya penjajah, dari penjajah Belanda kepada penjajah Jepang yang mana Jepang melarang partai yang berbau politik hidup di Indonesia.
Notes :
[1] http://id.wikipedia./sejarah kebangkitan nasional
[2] Dr. H. Roeslan Abdulgani (1974). Almarhum Dr. Soetomo yang saya kenal. Yayasan Idayu, Jakarta, hal : 29
[3] Dr. H. Roeslan Abdulgani (1974). Almarhum Dr. Soetomo yang saya kenal. Yayasan Idayu, Jakarta, hal : 33
[4] R.Wawardi (1977). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Prisma, Jakarta,    hal : 10
[5] R.Wawardi (1977). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Prisma, Jakarta,    hal : 15
DAFTAR PUSTAKA
Dr. H. Roeslan Abdulgani (1974). Almarhum Dr. Soetomo yang saya kenal. Yayasan Idayu, Jakarta.
R.Wawardi (1977). Sejarah Kebangkitan Nasional Daerah Jawa Timur. Prisma, Jakarta.
http://id.wikipedia./sejarah kebangkitan nasional

No comments:

Post a Comment