Megawati Soekarnoputri

Weni miswanti/S/A

Jika melihat sepak terjang trah Soekarno dalam pentas perpolitikan Indonesia maka kita tidak boleh menyepelekan sosok mantan presiden kelima Indonesia, yakni Megawati Soekarnoputri. Bisa dibilang, Megawati merupakan satu-satunya trah Soekarno yang sudah membuktikan bahwa didalam tubuhnya mengalir gen politik sang ayah. Setelah berhasil sampai di kursi presiden kelima RI, Megawati setidaknya telah menghidupkan kembali trah ayahnya, yaitu Soekarno, yang sempat redup pada masa pemerintahan
Orde Baru, Soeharto. Pertanyaannya, bagaimana sepak terjang Megawati dalam kancah perpolitikan tanah air? Mari kita simak ulasan berikut.

1.      Mengenal Lebih Dekat Megawati Soekarnoputri
Sebelum mulai membahas tentang sepak terjang dan karir politik Megawati Soekarnoputri, ada baiknya jika terlebih dahulu kita mengenal sosok santun Sang Putra Fajar yang pernah berhasil menduduki kursi nomor satu di nusantara ini. Berikut saya informasikan sekilas mengenai biografi politik Megawati Soekarnoputri sebagai pengantar dalam memahami sepak terjang dan karir politik trah Soekarno di belantara perpolitikan Indonesia.
Megawati Soekarnoputri bernama lengkap Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri. Ia dilahirkan 23 Januari 1947 di Yogyakarta dari rahim istri Soekarno yang kedua, yakni Fatmawati saat masa Agresi Militer Belanda.
Saat Soekarno diasingkan ke pulau Bangka, Fatmawati melahirkan seorang bayi bernama Megawati Soekarnoputri, di Kampong Ledok Ratmakan, tepi barat kali Code, Yogyakarta. Setelah kemerdekaan Indonesia, Megawati lalu dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka.
Mengenai pendidikan, Megawati Soekarnoputri atau yang akrab disapa "Mbak Mega" ini melaui proses pendidikannya dari SD hingga SMA di sekolah Cikini, Jakarta. Disekolah inilah, ia berkawan dengan Akbar Tanjung. Setamat sekolah, Megawati melanjutkan kuliah ke Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Bandung. Ia juga sempat aktif dalam Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Bandung tahun 1965. Ketika itu, GMNI adalah organisasi mahasiswa yang dekat dengan Partai Nasional Indonesia (PNI). GMNI juga dikenal sangat mendukung semua ajaran-ajaran Bung Karno.
Tahun 1967, Megawati memutuskan meninggalkan bangku kuliahnya untuk mendampingi sang ayah, Soekarno, yang ketika itu sedang menjalani masa karantina politik oleh rezim Orde Baru. Megawati merasakan betul guncangan jiwa ayahnya akibat tekanan politik oleh rezim Soeharto. Barangkali, Soekarno sangat sulit menerima kenyataan jika harus menjadi tahanan rumah di negeri yang ia perjuangkan. Akibatnya, kesehatan Sang Proklamator itu pun semakin hari semakin menburuk. Kepedihan Megawati mencapai puncak ketika Sang Proklamator menghembuskan nafas terakhirnya pada 21 Juni 1970.
Megawati memang seorang tokoh yang lahir dan tumbuh besar tanpa pernah mengenyam pendidikan politik secara formal. Ia mengaku hanya belajar politik dari sang ayah. Selama di dalam Istana, Megawati menjalani sosialisasi politik yang intensif dari tokoh-tokoh politik yang menemui ayahnya. Melalui sang ayah, Megawati mendapatkan komentar-komentar mengenai peristiwa-peristiwa besar, baik skala nasional maupun internasional. Sementara dari ibunya, ia banyak memelihara ketabahan dalam menghadapi penderitaan.
Megawati menjadi orang yang paling banayk menikmati fasilitas Negara ketimbang putra-putri Soekarno yang lainnya. Ia pernah memilih meninggalakan istana bersama ibunya, Fatmawati, ketika Soekarno menikah lagi dengan Hartini. Kemudian, dari sinilah, ia mendapat banyak pelajaran mengenai ketabahan yang pada saatnya kelak sangat berguna ketika ia menjadi salah satu tokoh politik terkemuka di tanah air.[1]
Karir politik Megawati yang penuh lika-liku dan warna seakan akan searah denga garis kehidupan perjalanan bahtera rumah tangga yang pernah mengalami kegagalan. Suami pertamanya bernama Letnan Satu (Penerbang) Surindro Supjarso, seorang pilot pesawat AURI dan Perwira pertama di Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara (TNI-AU) Republik Indonesia. Surindro, sosoknya tinggi jangkung, berwajah ganteng dengan model rambutnya berjambul, di kalangan rekan-rekannya ia kerap dipanggil dengan "pacul". Ia adalah sahabat karib Guntur Soekarnoputra, kakak Megawati. Konon kabarnya, Gunturlah yang menjodohkan Megawati dengan Surindro. Mereka menikah Sabtu, 1 Juni 1968 bertepat di Jalan Sriwijaya Nomor 7, Kebayoran Baru, Jakarta. Setelah itu, Megawati mengikuti suaminya tinggal di Madiun, Jawa Timur. Di sana, ia menjadi ibu rumah tangga dan mengurus anak pertamanya, Mohammad Rizki Pratama. Ketika Megawati mengandung anak keduanya (Mohammad Prananda), Surindro mengalami kecelakaan pesawat yang merenggut nyawa Surindro. Pesawat Skyvan T-701 yang dikendalikannya terhempas di laut sekitar perairan pulau Biak, Irian Jaya, 22 Januari 1970. Letnan Satu (Penerbang) beserta tujuh orang awak pesawatnya hilang tak diketahui rimbanya. Hanya tersisa puing-puing tubuh pesawat yang ditemukan tersebar berserakan di laut sekitar perairan tersebut. Megawati dirundung duka mendalam, ia berkabung cukup lama.
Selang beberapa tahun, tepatnya 1972, saat itu usia Megawati masih awal dua puluhan dengan mempunyai dua orang anak yang berusia balita. Ia kembali merajut kasih asmara dengan seorang pria yang konon adalah pengusaha asal Mesir sekaligus seorang Diplomat Mesir yang sedang bertugas di Jakarta. Orang itu bernama Hassan Gamal Ahmad Hasan. Namun, pernikahan Megawati yang kedua kali ini tak berlangsung lama, hanya bertahan tiga bulan. Pernikahan mereka menjadi sorotan media massa dengan alasan bahwa waktu itu Megawati masih terikat perkawinan yang sah dengan Surindro, suami pertamanya. Saat itu, belum ada keputusan yang pasti dari pemerintah-dalam hal ini adalah Markas Besar (Mabes) TNI-AU, mengenai nasib suami pertamanya yang jenazahnya sampai sekarang tak berhasil ditemukan. Keluarga Bung Karno pun tak tinggal diam, mereka kemudian menyewa seorang pengacara yang bernama Sumadji guna membatalkan pernikahan Megawati yang kedua dan kontroversial itu melalui penetapan keputusan oleh Pengadilan Tinggi Agama Jakarta. Akhirnya, Hassan pun mengalah dan menyerah. Megawati tak dikaruniai anak dari pernikahan kedua ini.
Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah tangga Megawati Soekarnoputri baru benar-benar terjalin dan dirasakan setelah menikah dengan suami ketiga sekaligus yang terakhir, Moh. Taufiq Kiemas. Ia adalah rekan sesama aktivis di GMNI, suami ketiga megawati ini juga bergabung dangan Inti Pembina Revolusi, yaitu organisasi yang menegakkan ajaran "Soekarno". Taufiq Kiemas, yang oleh Guntur diberi julukan "si Bule" menikahi Megawati pada  akhir Maret 1973. Pesta pernikahan mereka berlangsung sederhana di Panti Perwira, Jakarta Pusat. Pasangan ini mempunyai anak yang bernama Puan Maharani, yang merupakan anak ketiga dari Megawati Soekarnoputri dan anak pertama Taufiq Kiemas. Puan Maharani ini menjadi penerus trah Soekarno

2.      Biodata Sang Putri Proklamator RI
Nama Asli                         : Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri
Nama Akra                        : Megawati Soekarnoputri (Mbak/Ibu Mega)
Kelahiran                           : Yogyakarta, 23 Januari 1947
Partai Politik                     : PDI-P
Suami/istri                         :
·         Letnan Satu (Penerbang) Surindro Supjarso (1968-1971, alm.)
·         Hassan Gamal Ahmad Hasan ( dibatalkan oleh PTA, Jakarta)
·         Moh. Taufiq Kiemas (1973-2013, alm)
Anak                                 :
·         Mohammad Rizki Pratama (dari Surindro Supjarso)
·         Mohammah Prananda (dari Surindro Supjarso)
·         Puan Maharani ( dari Taufiq Kiemas )
Agama                               : Islam
Karier Politik                     :
·         Presiden kelima RI (2001-2004)
·         Wakil Presiden RI (1999-2001)
·         Anggota DPR/MPR RI (1999)
·         Anggota DPR/MPR RI (1987-1992)
·         Ketua Umum DPP PDI Perjuangan April 2000-2005 dan 2005-2009
Perjalanan Pendidikan      :
·         SD Perguruan Cikini Jakarta (1954-1959)
·         SLTP Perguruan Cikini Jakarta (1960-1962)
·         SLTA Perguruan Cikini Jakarta (1963-1965)
·         Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1965), (tidak selesai)
·         Fakultas Psikologis Universitas Indonesia (1970-1972), (tidak selesai)[2]

3.      Karier Politik Megawati
Seperti kita ketahui dan telah disebutkan dia atas, Dyah Permata Megawati Setyawati Soekarnoputri atau lebih dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri adalah presiden kelima Indonesia yang menjabat sejak 23 Juli 2001-20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden perempuan pertama Indonesia sekaligus anak presiden pertama Indonesia, Soekarno, akan tetapi, setelah ia mencalonkan kembali sebagai presiden, pada tanggal 20 September 2004, Megawati kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam Pemilu Presiden 2004 putaran kedua.
Megawati menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR tersebut diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga DPR/MPR dan pertai Golkar. Megawati dilantik menjadi Presiden, pada 23 Juli 2001 setelah Presiden Abdurrahman Wahid lengser dari jabatannya. Sebelumnya, dari tahun 1999-2001, ia menjabat sebagai wakil presiden pada masa pemerintahan Presiden Abdurrahman Wahid. Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI) tahun 1999.
Awalnya, semua anak Bung Karno berkomitmen tidak akan terlibat dalam urusan politik praktis. Tepatnya tahun 1982, keluarga ini membuat konsensus yang disepakati oleh semua putra-putri Bung Karno. Mereka bersepakat untuk menjauhi dunia politik. Latar belakang dari kesepakatan itu adalah trauma atas jatuhnya kekuatan di dunia politik yang dialami pada akhir hayat sang ayah. Mereka melihat sendiri bahwa kekuasaan politik pada saat itu tidak ada yang mampu meneruskan semangat marhaenisme, salah satu ajaran Bung Karno.
Akan tetapi, empat tahun kemudian, yaitu 1986, kesepakatan itu mereka langgar sendiri. Soerjadi sebagai ketua umum DPP PDI memiliki strategi untuk mendongkrak perolehan suara PDI dengan memanfaatkan nama besar Bung Karno. Ia lalu menggandeng anak sulung Bung Karno, yaitu Guntur untuk masuk dalam partai. Alasannya, karena Guntur adalah anak yang dirasa mirip dengan perawakan Bung Karno dan paling memiliki potensi atau bakat politik dibandingkan dengan saudara-saudaranya yang lain. Namun, karena sesuatu hal, akhirnya Soerjadi menggandeng anak Bung Karno yang lain, yakni Megawati dan Guruh.
Perjalanan politik Megawati dimulai sebagai pengurus DPC PDI Jakarta dengan menduduki jabatan sebagai wakil ketua. Megawati tampil sebagai juru kampanye yang mampu menambah stamina dan performa partai. Keberadaanya mampu mengiringi masa fanatik ke lapangan tempat kampanye partai banteng itu. Isu kembalinya titisan Bung Karno mampu mendongkrak perolehan suara PDI menjadi 40 kursi pada pemilu 1987 dibandingkan pada pemilu 1982 yang hanya mendapatkan 24 kursi, dan mengantarkan Megawati duduk sebagai anggota DPR. Namun, kiprah Megawati sebagai politisi Senayan terbilang biasa. Sejak menjadi anggota DPR 1987, ia jarang ditampilkan sebagai juru bicara fraksi atau memberikan pernyataan kepada pers, kebetulan ia memang tidak mempunyai posisi apa pun di DPP atau fraksi PDI. Bahkan, menurut Budi Hardjono yang menjadi pesaingnya, Megawati termasuk malas dan sering tak muncul di senayan. Ia tidak kritis merespons kebijakan penguasa dan tampak kurang tangkas menangkis serangan pihak lain dengan pernyataan-pernyataan politik yang tajam. Selain itu, Megawati juga tidak menonjol dalam memperjuangkan aspirasi kepentingan rakyat yang diwakilinya. Ia tetap seperti watak aslinnya, yaitu pendiam dan lemah lembut layakya ibu rumah tangga.
Ternyata, keunggulan Megawati bukanlah di dalam gedung MPR yang mejadi tempat berkumpulnya orang tim yes-nya Presiden Soeharto. Di tempat lain ia merupakan sosok yang bisa menjadi magnet penarik massa. Massa berduyun-duyun datang memenuhi acara-acara yang diselenggarakan partai. Megawati selalu disanjung-sanjung para simpatisan dan kader partai berlambang benteng tersebut karena menyandang nama besar Bung Karno. Di sinilah, jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada diri Megawati Soekarnoputri.
Walaupun perannya tidak terlihat di gedung DPR, Megawati tetap dicalonkan pada Pemilu 1992, ia disebut-sebut oleh banyak orang sebagai tokoh yang mampu mendongkrak perolehan suara. Bisa dilihat dari persentase suara PDI yang cenderung naik, yakni tahun 1977 hanya 8%, 1982 turun menjadi 6,7%, 1987 naik menjadi 10% dan 1992 naik sebesar 14% atau tepatnya sari 40 kursi bertambah menjadi 56 kursi pada Pemilu 1992.
Karier politik Megawati semakin berkibar ketika diselenggarakannya Kongres Luar Biasa (KLB) PDI di Surabaya, 2-5 Desember 1993. Dalam KLB itu, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum PDI. Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Megawati sebagai ketua umum PDI. Megawati pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan tahun 1996, yang kemudian memilih Soerjadi sebagai ketua umum PDI.
Megawati tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia msih merasa sebagai ketua umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapan dikuasai oleh pihaknya. Pihak Megawati tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankann kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang di dukungoleh pemerintah  memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996, kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Megawati. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Megawati meninggal itu berbuntut pada kerusuhan missal di Jakarta yang dikenal denga nama "Peristiwa 27 Juli". Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara. Setelah kejadian tersebut, Megawati memendekkan rambutnya hingga sekarang. Wajahnya pun terpampang dalam berbagai media sebagai tokoh oposisi terhadap pemerintahan. Meskipun ia tokoh yang sangat pelit berbicara kepada wartawan, tetapi tetap dimanjakan di berbagai media massa. Justru bungkamnya sosok yang satu ini menambah kesan sebagai tokoh fenomenal yang dilingkupi misteri. Kegigihannya untuk menuntut hak-hak yang direnggut penguasa menjadikannya sebagai orang yang tidak bisa disepelekan oleh rezim penguasa. Inilah yang kemudian yang membesarkan namanya, selain faktor trah Bung Karno.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Megawati. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan dengan memilih jalur hukum walaupun kemudian kandas di pengadilan. Megawati tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbelah dua, yakni PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Megawati. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai ketua umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak kepada Megawati.
Tahun 1997, keberpihakan massa PDI kepada Megawati makin terlihat. Perolehan suara PDI di bawah kepemimpinan Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Megawati berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Megawati sendiri memilih golput saat itu.
Lanjut Pemilu 1999, PDI yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan (PDI-P) berhasil memenangkan pemilu. Meski tidak menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari 30% suara. Massa pendukung Megawati memaksa supaya Megawati menjadi presiden. Mereka mengancam kalau Megawati tidak menjadi presiden maka akan terjadi revolusi. Namun, alur yang berkembang dalam siding umum 1999 mengatakan lain, yakni mereka memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai presiden. Megawati kalah tipis dalam voting pemilihan presiden, yakni 373 banding 313 suara.
Dua tahun berlalu, yaitu tahun 2001, akhirnya waktu pun berpihak kepada Megawati Soekarnoputri. Ia tidak harus menunggu 5 tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah sidang umum 1999 menggagalkannya menjadi presiden. Sidang istimewa MPR pada Senin (23/07/2001), menaikkan status Megawati menjadi presiden melalui Tap MPR No.III/MPR/2001, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
Tahun 2004, masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia. Pada masa pemerintahannya, dilaksanakan pemilihan umum presiden secara langsung dan secara umum dianggap salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Namun, Megawati mengalami kekalahan (40%-60%) dalam Pemilihan Presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yodhoyono, mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
J.B Kristiadi dari Centre For Strategic and International Studies (CSIS) juga pernah mengomentari tentang keberhasilan Megawati. Secara pandangan Jawa, Megawati seperti ratu adil sehingga masyarakat sangat mengharapkan kepemimpinannya bisa memperbaiki kondisi bangsa. Megawati merupakan sosok yang pernah hidup dalam lingkungan istana dan mendapatkan pelajaran langsung dari sang ayah. Kini, ia harus tampil sebagai ratunya gerakan reformasi. Semula, ia memang banyak terlihat sebagai sosok yang pendiam dalam menyikapi berbagai perkembangan reformasi sehingga banyak yang berpendapat bahwa ia kekurangan dan ketinggalan ide. Namun, setelah ia mampu membawa partainya memenangi pemilu pertama dalam era reformasi, barulah banyak orang yang percaya kepada kematangan dan ketahanan dalam berpolitik.[3]

4.      Karakter Kepemimpinan Megawati Soekarnoputri
Selama ini, politik sangat identik dengan kehidupan maskulin yang mencakup kemandirian, kebebasan berpendapat, dan tindakan agresif. Ketiga aktivitas tersebut dirasa kurang pas bagi kaum perempuan yang cenderung bersifat halus. Hal ini yang menyebabkan sangat jarang ditemukan campur tangan perempuan di kursi politik dalam sistem politik Indonesia. Masyarakat pun bersifat acuh dan enggan ketika seorang perempuan mencoba membangun kekuasaan politis (kepemimpinan). Secara kultural, sangat minim referensi mengenai pemimpin perempuan sehingga hanya sedikit perempuan yang ingin menjadi seorang pemimpin.
Makna yang selama ini dipahami oleh beberapa masyarakat luas adalah definisi "politik" yang sangat identik dengan cara untuk merebut kekuasaan. Oleh karena itu, berpolitik harus dilakukan secara culas, keras, kotor, manipulatif, dan tega. Sifat tersebut tidak cocok dengan perempuan yang ingin berkiprah dalam politik. Cara lainnya, apabila seorang perempuan ingin menjabat sebagai pemimpin, maka ia harus membuang sifat feminimnya dan bersifat seperti seorang laki-laki yang maskulin. Dalam posisi ini, perempuan dituntut untuk menjadi seorang laki-laki dalam memimpin suatu kelompok. Namun, sekarang zaman telah berubah, ciri kepemimpinan seorang perempuan tidak barus bertolak belakang dengan sisi feminim perempuan. Sebaliknya, mereka sekarang lebih mengagung-agungkan sifat feminim yang lemah lembut menjadi salah satu senjata utama untuk memasuki bidang politik dan bisnis. Sampai akhirnya, laki-laki sudah mulai menghargai perempuan tidak lagi sebagai lawan, melainkan sebagai mitra yang cukup membantu. Hal ini berdasarkan dengan semakin banyaknya jabatan kekuasaan di dunia bisnis dan politis yang dipegang kaum perempuan dan terbukti sangat berkompeten. Maksud dari gaya baru disini adalah para perempuan tidak lagi bersifat maskulin, tetapi lebih menunjukkan sisi feminim. Pendekatan yang digunakan seperti layaknya seorang ibu yang penuh kasih sayang dan penuh perhatian menjalani kepemimpinan mereka.
Indonesia telah menciptakan sejarah hebat bagi kaum perempuan yang dahulunya tertindas oleh budaya kaum patriarki. Di awali oleh R.A Kartini atas penyamarataan gender dalam memperoleh sebuah pendidikan. Setelah R.A Kartini berkontribusi dalam emansipasi wanita dalam masa kolonial dulu, sekarang giliran Megawati. Megawati merupakan presiden perempuan pertama Indonesia yang menjabat pada dekade 2001-2004 dan merupakan simbol kesetaraan gender pada bidang politik di Indonesia.
Berpenampilan tenang dan tampak kurang acuh dalam menghadapi persoalan, tetapi dalam hal-hal tertentu Megawati memiliki determinasi dalam kepemimpinannya. Misalnya, mengenai persoalan di BPPN, kenaikan harga BBM, dam pemberlakuan darurat militer di Nangroe Aceh Darussalam (NAD). Gaya kepemimpinan Megawati yang antikekerasan sangat tepat untuk menghadapi situasi bangsa yang sedang mamanas kala itu.
Megawati lebih menonjolkan kepemimpinan dalam budaya ketimuran. Ia cukup lama dalam menimbang-nimbang suatu keputusan yang akan di ambilnya. Namun, begitu keputusan itu di ambil tidak akan berubah lagi. Gaya kepemimpinan seperti itu bukanlah suatu kelemahan.
Cukup demokratis, tetapi pribadi Megawati dinilai tertutup dan cepat emosional. Ia alergi pada kritik. Kominikasinya didominasi oleh keluhan dan uneg-uneg sehingga nyaris tidak pernah menyentuh visi-misi pemerintahannya.
Kepemimpinan yang berkarakter dan visioner tersebut terlihat juga dalam ketegangannya dalam menolak sebuah grasi para terpidana mati dalam kasus narkoba. Megawati  mengakui, sebagai seorang ibu hatinya menangis ketika mengambil keputusan untuk menolak grasi tersebut. Namun, demi masa depan generasi penerus bangsa, ia harus mengambil keputusan yang secara nuraininya tidak dikehendakinya. Selain itu, karakteristik kepemimpinannya yang sangat kuat terlihat juga dari beberapa keputusannya yang tidak populis, seperti keputusan mengenai kenaikan harga BBM yang mengikuti standar nilai dan harga di dunia internasional. Keputusan itu tidak begitu saja diterima oleh masyarakat luas. Hal ini ditunjukkan dengan demonstrasi besar-besaran oleh mahasiswa saat itu yang menolak secara tegas kenaikan harga BBM.
Sikap feminim juga ditunjukkan ketika Megawati menjalani kepemimpinannya sebagai presiden. Hal ini dibuktikan dengan keputusannya yang sangat kontrovesial, yaitu dengan memberikan restu kepada Soetijoso/Sutiyoso untuk menjabat kembali sebagai Gubernur DKI Jakarta. Namun, keputusan Megawati dengan memberikan memberikan restu kepada Sutiyoso dianggap tidak memberikan dampak positif. Hal tersebut karena Sutiyoso tidak berpihak kepada "masyarakat cilik".
Maka dari itu, menurut empat tipe pimpinan ala Wiliam Marson, yaitu tipe D (Dominance), I (Influencing), S (Steandiness), C (Compliance), Megawati termasuk tipe C. ia cenderung emosional, kurang konsisten, cukup demokratis (leissez-faire), pendendam, hanya dapat berkomunikasi dengan orang yang ia kenal ha tak mau repot. Hal ini terbukti karena dalam beberapa proses pengambilan keputusan, Megawati menyerahkan kepada tiap bawahannya untuk memutuskan sendiri sesuai tugas masing-masing. Gaya berkomunikasinya termasuk high context culture sehingga sulit dipahami. Ia lebih sering membahas masalah "perempuan" dibanding masalah Negara, kurang menerima kritik mahasiswa dan media. Ia juga mengingat musuh sebagai musuh (tidak datang saat SBY dilantik)
Menurut keadaan domestik, pemerintah Gus Dur lewat poros tengah tidak banyak memperbaiki keadaan Indonesia. Megawati sendiri yang saat itu sebagai wapres belum merasa siap untuk menggantikan Gus Dur. Namun, berdasarkan UU ia harus maju menggantikan Gus Dur, sedangkan perekonomian Indonesia masih terlilit utang warisan Orde Lama pada IMF. Lalu, terjadinya tuntutan daerah Aceh dan Papua untuk memisahkan diri dari NKRI. Intrik politik juga mulai terjadi, untuk menghadapi pemilu 2004, lepasnya pulau Sipadan-Ligitan, ditambah aksi terorisme di Kedutaan Besar Australia, Bom Bali I dan II, Atrium, serta Hotel JW. Marriot. Saat itu, dunia internasional ramai menyoroti masalah terorisme terutama Amerika Serikat pascaserangan 9/11, masalah proliferasi nuklir Irak dan Korea Utara, juga menguatkan dukungan Palestina untuk berdaulat. Hal ini sangat dilematis karena berbagai usaha diplomasi harus dilakukan dalam waktu yang bersamaan. Sementara itu, bersamaan dengan terbatasnya tenaga diplomatik yang capable, baik dalam kabinet maupun departemen luar negeri. Hal ini menyebabkan Megawati turun ke berbagai Negara untuk melakukan diplomasi secara ekstensif, walaupun menuai kritik mengenai substansi dan frekuensi kunjungan.
Satu sisi, Indonesia sebagai Negara muslim terbesar di dunia harus menciptakan citra baik, khusunya terhadap Barat yang sedikit sekali berinvestasi di Indonesia. Bahkan, Amerika Serikat belum mencabut status embargo militer. Sisi lain, Indonesia harus mempertahakan kelangsungan perekonomiannya ditengah menguatnya suplay produk dalam negeri dan menurunnya permintaan di luar negeri. Salah satunya dengan melakukan transaksi perdagangan imbal beli dengan Rusia (Timur).

5.      Megawati sebagai Simbol Emansipasi dan Kesetaraan Gender
Diangkatnya Megawati menjadi presiden pertama di Indonesia merupakan titik awal munculnnya kesetaraan gender dan emansipasi wanita di Indonesia. Sebelumnya, Indonesia sangat identik dengan budaya patriarki, tetapi kini sedikit demi sedikit mitos mengenai  politik dan patriarki mulai runtuh. Perempuan yang dahulunya dianggap hanya mahir dan identik dengan pekerjaan rumah tangga, sekarang bisa naik derajat akibat adanya emansipasi wanita dari Kartini yang diteruskan oleh Megawati.
Menurut Megawati, kaum perempuan harusnya dengan penuh arif dan bijaksana mampu membantu kaum laki-laki agar mereka dapat bebas dari pola pikir  yang menempatkan kaum perempuan pada suatu tingkat yang memprihatinkan.
Terlahir sebagai perempuan,Megawati sadar akan posisinya sebagai seorang ibu, istri dan pemimpin pada saat itu, ia tidak menginginkan adanya konflik antargender dengan pengangkatannya menjadi seorang presiden perempuan. Megawati menawarkan suatu strategi bagi kaum perempuan dengan memberikan posisi kepada perempuan sebagai ibu bangsa, ibu masyarakat, dan sebagai ibu yang sejati. Adanya strategi seperti ini, tidak ada alasan lagi bagi perempuan untuk melakukan sebuah tindakan/tuntutan yang akan menimbulkan reaksi penolakan dari kaum laki-laki. Khususnya bagi mereka yang masih berfikir dan berpaling kebelakang dengan mengatasnamakan budaya patriarki.

6.      Kelebihan dan Kelemahan Pemerintahan Megawati
 Selama masa pemerintahan Megawati, ada beberapa hal positif yang meupakan kelebihan dari pemerintahannya antara lain ialah sebagai berikut:
·         Menstabilkan fundamen ekonomi makro yang meliputi inflasi, BI rate, pertumbuhan ekonomi, kurs rupiah terhadap dollar, dan angka kemiskinan.
·         Mulai melakukan pemberantasan KKN, di antaranya dengan keberanian menusakambangkan dan memenjarakan kroni Soeharto (Tommy Soeharto, Bob Hasan, dan Probosutedjo), serta menangkap konglomerat bermasalah, Nurdin Halid. KPK didirikan pada masa pemerintahan Megawati.
·         Berhasil menyehatkan perbankan nasional yang kolaps setelah krisis ekonomi 1998, terbukti dengan dibubarkan BPPN pada Februari 2004 yang telah berhasil melaksanakan tugasnya. Hasilnya bisa dirasakan pada saat ini, perbankan nasional menjadi relative sehat.
·         Indonesia berhasil keluar dari IMF tahun 2003 yang menandakan Indonesia sudah keluar dari krisis ekonomi yang terjadi sejak tahun 1998 dan Indonesia yang lebih mandiri.

Sementara itu, kelemahan pemerintahan Megawati adalah sebagai berikut:
·         Kurangnya pemahaman dalam bidang ekonomi sehingga keputusan yang diambil tidak berpihak kepada rakyat.
·         Terdapat kepentingan ekonomi dan politik di belakang pemerintahannya.
·         Dianggap gagal melaksanakan agenda reformasi dan tidak mampu mengtasi krisis bangsa.[5]

7.      Kebijakan-Kebijakan Politik Megawati
Presiden Megawati Soekarnoputri dilantik menjadi Presiden RI pada tanggal 23 Juli 2001. Ia merupakan presiden perempuan pertama di Indonesia sekaligus peletak dasar kearah kehidupan demokrasi. Pembaruan yang dilakukan sebagian besar di bidang ekonomi dan politik. Sebab, masalah yang dihadapi pada saat pemerintahannya merupakan warisan pemerintahan Orde Baru berupa masalah krisis ekonomi dan penegakan hukum.
Ada beberapa perubahan yang dilakukan oleh Megawati yakni sebagai berikut:
a.       Bidang Ekonomi
Ekonomi dibawah pemerintahan Megawati tidak mengalami perbaikan yang nyata dibandingkan sebelumnya, walaupun kurs rupiah relatif berhasil dikendalikan oleh Bank Indonesia menjadi relatif lebih stabil. Kondisi ekonomi pada umumnya dalam keadaan  tidak baik, terutama pertumbuhan ekonomi, perkembangan investasi, kondisi fiskal, serta keadaan keuangan dan perbankan. Untuk mengatasi masalah ekonomi yang tidak stabil itu, ada beberapa kebijakan yang di keluarkan Megawati, diantaranya ialah:
·         Untuk mengatasi utang luar negeri sebesar 150,80 miliar dollar yang merupakan warisan Orde Baru, dikeluarkan kebijakan yang berupa penundaan pembayaran utang sebesar 5,8 miliar dolar sehingga utang luar negeri dapat berkurang 34,66 miliar dollar.
·         Untuk mengatasi krisis moneter, Megawati berhasil menaikkan pendapatan per kapita sebesar 930 dollar.
·         Kurs mata uang rupiah dapat diturunkan menjadi Rp 8.500,000,00.
·         Untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menekan inflasi, dikeluarkan kebijakan yang berupa privatisasi terhadap BUMN dengan melakukan penjualan saham Indosat sehingga utang luar negeri dapat berkurang.
·         Memperbaiki kinerja ekspor sehingga ekspor di Indonesia dapat ditingkatkan.
·         Untuk mengatasi korupsi, di bentuk Komisi Pemberantasa Korupsi (KPK).
b.      Bidang Politik
Adapun kebijakan yang diambil Megawati dalam bidang politik adalah sebagai berikut:
·         Mengadakan pemilu yang bersifat demokratis yang dilaksanakan tahun 2004 dan melalui dua periode, yaitu perode pertama untuk memilih anggota legistatif secara langsung dan periode kedua untuk memilih presiden dan wakil presiden secara langsung. Pemilu 2004 merupakan pemilu pertama yang dilaksanakan secara langsung. Artinya, rakyat langsung memilih pilihannya.
·         Pemerintahan Megawati berakhir setelah hasil Pemilu 2004 menempatkan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai pemenang. Hal ini merupakan babak baru pemerintahan di Indonesia karena presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.[5]


Kutipan
 [1]Bastian, Radis. 2014. Trah Politik Sang Proklamator. Yogjakarta: Saufa
[2]Badrika, I Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Kelas XII. Jakarta: Erlangga
[5]HR,Sugeng.2006.Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap.Semarang:CV.Aneka Ilmu

No comments:

Post a Comment