PELITA I (1 APRIL 1969- 31 MARET 1974)

MELDA ARIANI/ SV/B

Pelita I mulai dilaksanakan pada tanggal 1 April 1969 setelah berhasilnya usaha-usaha stabilisasi dibidang pilitik dan ekonomi yang di lancarkan sejak Oktober 1966. Pelita I ini menjadi landasan awal pembangunan Orde Baru yang  bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup rakyat dan sekaligus meletakkan dasar-dasar bagi pembangunan dalam tahap-tahap berikutnya. Sasaran yang hendak di capai yaitu sandang, pangan, perbaikan prasarana, perumahan rakyat, perluasan lapangan kerja serta kesejahteraan rohani.[1]
Titik berat diletakkan pada pembangunan bidang pertanian sesuai dengan tujuan untuk mendobrak keterbelakangan ekonomi melalui proses pembaharuan bidang pertanian dan bahwa sebagian besar penduduk masih hidup dari hasil pertanian. Karena masyarakat Indonesia dalam masa peralihan dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern.  Masyarakat Indonesia adalah masyarakat berkembang yang salah satu ciri masyarakat berkembang adalah  struktur ekonominya berat pada agraris. Hal ini menyebabkan terjadinya kelemahan konjungtural, sehingga sumbangan sektor agraria terhadap produksi nasional lebih besar dibandingkan dengan sektor industri.
Dalam pelita I ini diusahakan untuk memperkecil perbedaan antara sumbangan sektor agraria dengan sektor industri. Penekanan kegiatan pada sektor agraris sebagai sektor pembangunan  ekonomi Indonesia diharapkan akan mampu menarik dan mendorong sektor ekonomi lainnya, khususnya sektor industri yang dapat menunjang sektor pertanian. Seperti pabrik pupuk, insektisida, serta prasarana lainnya. Pada Pelita I ini rencana anggaran pengeluaran pembangunan sebagian besar dialokasikan pada bidang ekonomi sebasar 72,28% khususnya untuk irigasi dan pertanian. Akibat lain dari perkembangan sektor adalah terjadinya pengangguran para sarjana.
pertanian tidak hanya sebatas pada pangan saja tetapi juga meliputi perkebunan, perkebunan merupakan sektor yang memegang peranan penting maka dari itu dilaksanakannya peningkatan produksi perkebunan dengan peremajaan dan penanaman baru. Dilakukan rehabilitasi perkebunan dan pabrik-pabrik pengolahan, usaha rehabilitasi kebun-kebun untuk pembibitan dan penanaman percontohan dilakukan terhadap perkebunan rakyat. Selain itu di buat juga proyek Pembangunan Perkebunan Rakyat di Sumatera Utara untuk karet dan kelapa sawit, serta Proyek Pembangunan Teh Rakyat dan Swasta di Jawa Barat, sedangkan di Jambi dibentuk proyek yang disebut Perkebunan Inti.
Untuk meningkatkan produksi dan mutu sektor pertanian di perlukan bahan-bahan baku yang dihasilkan oleh sektor industri dengan demikian sektor industri akan turut berkembang. Di bidang pertanian terjadi peningkatan pada sebagian besar hasil pertanian, seperti beras mengalami kenaikan rata-rata 4% setahun karena adanya perluasan areal panen dan kenaikannya rata-rata hasil per hektar. Areal persawahan meningkat karena bertambah baiknya sarana pengairan, sedangkan kenaikan hasil per hektar disebabkan oleh terlaksananya program intensifikasi melalui Bimas dan Inmas, serta pemakaian bibit unggul, pupuk dan obat pembasmi hama. Tetapi kenaikan terbesar adalah pada produksi kayu sebesar 37,4% setahun khususnya kayu rimba. Hasil pertanian lainnya yang juga mengalami peningkatan adalah cengkeh, kelapa sawit, gula- tebu, kedelai, karet, kacang tanah, lada, jagung, telur, ikan darat, daging, dan susu. Tatapi selain itu juga terdapat perkembangan yang kurang menggembirakan dibidang ubi-ubian, kelapa, kopi, teh, dan kapas. Sesuai dengan perkembangan maka sejak tahun 1970 dibentuklah unit –unit desa oleh Bank Rakyat Indonesia untuk melayani petani akan kebutuhan kredit, dibentuk pula Badan Usaha Unit Desa (BUUD), dan Koperasi Unit Desa (KUD) yang bertujuan untuk melayani para petani.
Landasan bagi perencanaan pembangunan Nasional adalah ketetapan MPR dalam bentuk GBHN, GBHN menjadi landasan hukum perencanaan pembangunan bagi presiden untuk menjabarkannya dalam bentuk Rencana Pembangunan Lima Tahun (PELITA), adapun lembaga yang membuat perencanaan sangat didominasi oleh pemerintah pusat dan bersifat ekslusif. Pemerintah Daerah dan masyarakat sebagai subjek utama perencanaan kurang dilibatkan secara aktif, perencanaannya dibuat secara seragam serta daerah harus mengacu pada perencanaan yang dibuat oleh pemerintah pusat walaupun banyak kebijakan yang tidak bisa dilaksanakan didaerah. [2]
Berbagai rencana pembangunan di tuangkan dalam proyek-proyek pembangunan, karena kekayaan dan sumber alam terletak di daerah-daerah maka proyek tersebut disebar di daerah-daerah dan di sesuaikan dengan kondisi dan potensi ekonomi daerah bersangkutan. Dengan cara demikian maka pembangunan dapat dapat berlangsung dan mencakup sebagian besar daerah Indonesia. Untuk membiayai pembangunan yang ada maka digali sumber-sumber keuangan dan tabungan pemerintah, baik kredit jangka menengah maupun jangka panjang dari perbankan, penanaman modal dan reinvestasi oleh perusahaan swasta nasional, perusahaan asing dan perusahaan negara, serta bantuan luar negeri berupa bantuan proyek dan bantuan program. Bantuan proyek selama Pelita I berjumlah Rp. 288.2 milyar digunakan untuk pembangunan sektor listrik, perhubungan dan pariwisata, industri dan pertambangan, pertanian, pendidikan dan keluarga berencana. Dalam pembangunan pusat tenaga listrik telah selesai dibangun antara lain Pusat Listrik Tenaga Air (PLTA) Karangkates, Riam Kanan, dan Selorejo, selain itu dibangun pula Pusat listrik Tenaga Uap (PLTU) Tanjung Periok (Jakarta) dan Ujung Pandang. Sedangkan untuk penyebaran prasarana listrik telah dibangun pusat tenaga diesel diberbagai tempat seperti di Aceh, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nusatenggara Barat, Maluku, Irian Jaya, dan beberapa kota di Jawa.
Dalam periode Pelita I telah selesai di rehabilitasi jalan negara sepanjang 6.555 Km dan jembatan sepanjang 20.331 meter, disamping peningkatan mutu jalan negara sepanjang 3.385 Km dan jembatan sepanjang 15.503 meter. Selain itu dibangun pula jalan baru sepanjang 367 Km dan jembatan sebanyak 707.[3]
Pada sektor industri yang merupakan sektor yang paling menarik bagi penanaman modal dalam negeri disusul oleh sektor kehutanan, pariwisata, perhubungan dan perkebunan. Dengan ekonomi yang semakin membaik merangsang bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing, sebagian besar proyek penanaman modal dalam negeri merupakan proyek-proyek yang sifatnya cepat menghasilkan dan tersebar terutama di daerah Jawa, khususnya Jakarta. Peningkatan produksi industri terlihat pada industri pupuk di Palembang dan mulai bekerjanya Petrokimia Gresik dan pembangunan pabrik pupuk di Jatibarang, Jawa Barat. Produksi semen mengalami kenaikan sebesat 51%, industri tekstil mengalami perkembangan pesat, baik produksi benang tenun maupun bahan tekstil. Benang tenun meningkat dari 177.000 bal pada wal pelita I menjadi 316.247 pada akhir pelita I, sedangkan bahan tekstil dari 449,8 juta menjadi 920 juta meter. Di bidang pertambangan seperti tambang minyak di temukan sumbar-sumbar minyak baru didaratan dan dilepas pantai antara lain di Kalimantan Timur dan di pantai utara Jawa Barat. Selama pelita I berhasil pula dibangun penggilangan minyak di Dumai dan Sungai Pakning di Provinsi Riau sedangkan pembangunan kilang minyak di Cilacap masih dalam taraf  penyelesaian.
Di bidang pendidikan pelita I menitik beratkan pada menciptakan sebanyak mungkin tenaga kejuruan dan tenaga teknik yang dapat membantu usaha-usaha di bidang pembangunan. Dalam rangka pembinaan nilai dan martabat manusia Indonesia yang mempunyai landasan falsafah Pancasila. Lebih dari 10.000 orang guru telah di tatar, selain itu dilakukan pula usaha untuk mengatasi ketidak seimbangan dalam jumlah murid baik antara berbagai tingkatan pendidikan maupun antara berbagai jenis pendidikan. Telah dibagikan lebih dari 63,5 juta buku untuk kelas I Sekolah Dasar, dan dibangun juga 6.000 gedung Sekolah Dasar  sedangkan sejumlah 57.740 orang guru telah di angkat  terutama guru Sekolah Dasar. Dibidang pendidikan teknik dibangun 5 proyek Pusat Latihan Teknik, yaitu  di Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, dan Ujung Pandang. Selain itu juga dilakukan rehabilitasi terhadap sekolah-sekolah kejuruan yang ada dan penetaran terhadap tenaga pengajar.
Pembangunan di bidang kesehatan terutama ditujukan untuk memberantas penyakit menular dan untuk meningkatkan kesehatan yang meninjang program Keluarga Berencana (KB), maka dari itu dilakukan pembangunan dan rehabilitasi sarana kesehatan. Seperti mendirikan Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak (BKIA), Balai Pengobatan, Pusat Kesehatan Masyarakat  (Puskesmas) dan rumah sakit baik di provinsi maupun kabupaten. BKIA dalam tahun 1973 meningkat menjadi 6.810 buah, jumlah Puskesmas meningkat dari 1.227 dalam tahun 1969 menjadi 2.343 dalam tahun 1973. Pembangunan dalam bidang agamapun mendapatkan perhatian khusus, pembangunan dalam bidang agama ini meliputi penyedian buku-buku pelajaran dan kitab-kitab suci bagi tiap-tiap agama, dan juga diadakan pula rehabilitasi dan pembangunan tempat-tempat ibadah. Dalm rangka penyediaan sarana kehidupan beragama telah diselaikan penyediaan 533.100 buah kitab suci agama Islam, 55.331kitab agama Kristen/ Protestan, 16.887 untuk umat Katolik dan 32.812 untuk umat Hindu/ Budha. Selain itu juga dibangun  tempat peribadatan dan sekolah-sekolah agama.
Pada pelita I di Indonesia terjadi peristiwa Malari (Malapetaka Lima Belas Januari) terjadi pada tanggal 15-16 Januari 1947 bertepatan dengan datangnya Perdana Mentri Jepang, Tanaka ke Indonesia. Peristiwa ini merupakan kelanjutan demonstrasi para mahasiswa yang menuntut Jepang agar tidak melakukan dominasi ekonimi di Indonesia. Sebab produk barang Jepang terlalu banyak beredar di Indonesia. Terjadilah pengrusakan dan pembakaran barang-barang buatan Jepang.[4]
Pelita I berakhir pada 31 Maret 1974, secara keseluruhan pelita I ini berhasil dilaksanakan sesuai dengan sasaran yang hendak dicapai, walaupun dalam beberapa hal terdapat gangguan-gangguan. Pada akhir tahun 1972 dan awal 1973 terjadi kenaikan harga beras, sedangkan ekonomi dunia memperlihatkan keadaan yang tidak stabil yang disebabkan oleh goncangan di dalam sistem pembayaran internasional, kelangkaan dalam persediaan pangan, krisis energi dan bahan baku serta inflasi yang melanda banyak negara.
Note:
[1] Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (1984). Sejarah Nasional Indonesia VI. Balai Pustaka. Jakarta . Hal 444
[3] Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto (1984). Sejarah Nasional Indonesia VI. Balai Pustaka. Jakarta . Hal 447
[4] Adi Sudirman (2014). Sejarah Lengkap Indonesia. DIVA Press. Jogjakarta. Hal 429
DAFTAR PUSTAKA
Poesponegoro, Marwati Djoened dan Nugroho Notosusanto. 1984. Sejarah Nasional Indonesia VI. Jakarta: Balai Pustaka
Adi Sudirman. 2014. Sejarah Lengkap Indonesia. Jogjakarta: DIVA Press

No comments:

Post a Comment