SEJARAH ASIA TIMUR

LELY WAHYUNI/ PIS


Secara umum terdapat 3 bangsa yang cukup besar di Asia Timur, yaitu China, Korea, dan Jepang. Tiga bangsa tersebut relatif memiliki tampilan luar yang sama, sehingga orang biasanya susah membedakan mana yang orang China, Korea, maupun Jepang jika melihat secara sekilas. Nah, untuk soal tampilan luar boleh saja sama, tapi isi dalamnya alias karakter 3 bangsa itu sama sekali berbeda. Ini dipengaruhi oleh kombinasi kondisi geografis dan faktor sejarah yang menghasilkan karakter yang berbeda-beda di antara 3 bangsa itu.

orang2 Mongol termasuk sebagai minoritas di China. Dengan tidak mengurangi rasa hormat terhadap Republik Mongolia, secara kultur mereka awalnya memang berbeda dengan China yaitu sebagai bangsa pengembara. Tetapi setelah menaklukan China mereka menjadi bangsa "beradab" dan malah menyerap budaya China besar2an dalam kehidupan mereka selanjutnya, menjadi bangsa petani dan menetap. Hal yang sama terjadi di daerah taklukan Mongol lainnya di Asia Barat.
China
China merupakan negara benua, sebagian besar wilayahnya merupakan daratan yang berada di pusat benua. Sebagai salah satu pusat peradaban tertua di dunia, China menganggap kebudayaan mereka adalah peradaban terbaik, sementara menganggap bangsa2 di sekitarnya sebagai bangsa barbar. Di awal pendiriannya, China merupakan kumpulan dari negara2 yang saling berperang satu sama lain. Mereka menyadari bahwa kedamaian dapat dicapai dengan adanya persatuan dari penguasa tunggal yang kuat. Negara2 yang berperang tersebut akhirnya disatukan oleh kaisar Qin Shi Huangdi yang membentuk Dinasti Qin pada tahun 221 SM. Persatuan ini merupakan nilai penting bagi bangsa China sejak saat itu sampai sekarang. Penerus Dinasti Qin, yaitu Dinasti Han (202 SM – 220 M) merupakan dinasti terlama yang memerintah China, sehingga orang2 China sejak saat itu menganggap diri mereka sendiri adalah orang Han. Sejak masa Dinasti Tang (618 M – 845 M), ketika wilayah China semakin meluas, penduduknya sudah merupakan kumpulan dari berbagai suku "barbar" sebagai minoritas dan suku Han sebagai mayoritas. Dinasti Tang menjalankan kebijakan kosmopolitan, dengan membiarkan suku2 minoritas memiliki identitas kesukuan mereka tetapi tetap berada dalam wadah besar kebudayaan Han. Kemunculan suku barbar yang kemudian menguasai beberapa wilayah China (Jurchen/Manchu dan Liao di timur laut, Tangut di barat) pada masa Dinasti Sung (960 M – 1260 M) semakin mendambah suku2 minoritas yang menjadi bagian China. Ketika silih berganti Dinasti Yuan, Ming, dan Qing berkuasa di China, wilayah China sudah bertambah semakin luas seiring dengan penaklukan2 wilayah sekitar. Puncaknya ketika masa Dinasti Qing, wilayah China adalah seperti wilayah RRC saat ini dan ditambah wilayah Republik Mongolia.
Tentu saja, wilayah yang luas akan sangat rawan perpecahan. Karena itu, seperti sudah disinggung tadi, China menerapkan kebijakan kosmopolitan dan toleransi terhadap penduduk non-Han. Mereka tidak ambil pusing dari suku maupun agama apapun mereka berasal, yang terpenting mereka berada dalam sebuah kebudayaan besar Han yang bersatu. Tapi jika suku2 minoritas ini coba2 memisahkan diri dari China, maka China tidak segan2 menghajar habis2an gerakan separatis itu. Contoh mudahnya antara lain gerakan separatis di Xinjiang-Uighur, gerakan "kembali ke Mongol" di Mongolia Dalam, maupun pelepasan diri Tibet. Gerakan2 separatis tersebut ditekan habis2an dan akhirnya berkompromi untuk membentuk daerah otonomi khusus.
Politik kosmopolitan ini juga diterapkan dalam hubungannya dengan luar negeri, dalam bentuk negara vassal. Negara vassal bisa dikatakan sebagai negara pengikut yang membayar sejumlah upeti terhadap negara "pelindung"nya setiap tahunnya. Jika negara vassal dalam bahaya diserang negara lain, maka negara "pelindung" akan membantu negara vassal tersebut. Jika negara vassal menolak membayar upeti, maka oleh China hanya akan diabaikan dan mungkin suatu saat diinvasi. Upeti yang dibayarkan biasanya hanya berupa barang hasil bumi tak berharga, tetapi oleh China negara vassal itu akan dihadiahi berbagai benda berharga (porselen, sutera, alat ukur). Jadi pada dasarnya hubungan negara vassal-pelindung ini mutualisme, karena itu banyak negara2 di sekitarnya, terutama di jaman Dinasti Yuan (1271-1368) dan Dinasti Ming (1368-1644), yang menjadi negara vassal bagi China. Contoh negara2 vassal tersebut antara lain : Korea, Jepang, Champa (Vietnam), Malaka, Majapahit (ya, Majapahit sempat jadi vassal-nya Dinasti Ming), Ceylon (Sri Lanka).
  Pemerintahan komunis di cina
         Pada saat perang dunia II, kekuatan nasionalis dan komunis di cina bersatu dalam menghadapi serangan musuh bersama. Namun, setelah perang usai, kedua kekuatan bersaing dan berlanjut dalam perang saudara (1945-1949). Perang saudara berakhirnya dengan tersingkirnya kaum nasionalis dibawah ciang kai shek ke pulau formosa dan mendirikan negara republik cina atau taiwan. Sedangkan kekuatan komunis membentuk republik rakyat cina (RRC) pada tanggal 1 oktober 1949dengan ibu kota baijing di bawah mao zedong. Terbentuknya RRC ini disusul dengan mengalirnya bantuan militer dan ekonomi dari uni soviet. Kemampuan yg dimiliki cina ternyata memunculkan kekhawatiran bagi negara blok barat.
Jadi, memang sudah sejak dulu bangsa China lebih suka berkompromi menggunakan materi ketimbang berkonfrontasi langsung dengan lawan-lawannya

Korea
Korea merupakan negara semenanjung. Wilayahnya berupa daratan "perpanjangan" dari benua Asia di bagian timur, dan dikelilingi laut di ketiga sisinya, dan kepulauan Jepang di seberang lautan. Posisi ini merupakan posisi strategis untuk mendapatkan kekuasaan. Negara benua (China) dapat menggunakan semenanjung sebagai batu loncatan ke pulau seberang, begitu pula negara pulau (Jepang) dapat menggunakannya untuk menuju benua. Dan sejarah telah membuktikan bahwa semenanjung Korea telah menjadi incaran bangsa2 di sekitarnya untuk dikuasai. Karena faktor inilah, bangsa Korea harus selalu siap sedia jika ada invasi dari bangsa lain. Mereka harus berjuang habis2an untuk mempertahankan diri dan keluarganya. Hasilnya, tidak seperti bangsa China yang suka kompromi, bangsa Korea sangat keras kepala dan teguh pendirian bahkan cenderung kolot. Ini dikarenakan, jika mereka menerima kompromi, artinya mereka kalah sehingga nilai2 keaslian Korea akan hilang karena bercampur dengan nilai2 luar yang masuk. Bangsa Korea sangat menjunjung tinggi keaslian keturunan sebagai identitas ras. Demi keaslian identitas ras, mereka sangat menghindari perkawinan campuran dengan bangsa lain, karena dengan bercampur dengan bangsa lain, artinya identitas Korea-nya hilang dan berarti mereka kalah. Karena itulah mereka menjadi bangsa yang keras kepala dan "akan melakukan apa saja" untuk melindungi keaslian diri dan keluarga mereka dan cenderung menolak berkompromi dalam bentuk apapun.
Ancaman terhadap Korea datang dari China, Manchu (Jin/Jurchen), Mongol, Jepang, dan bajak laut Jepang. Sampai dengan masa2 awal Dinasti Koryo (918-1392) bangsa Korea masih mampu bertahan menghadapi invasi dari tetangga-tetangganya, terutama China. Tetapi ketika Mongol menyatukan China dalam Dinasti Yuan, Korea tidak bisa berbuat banyak selain mengakui China/Mongol Yuan sebagai negara "pelindung"nya. Meskipun demikian, Korea tetap mempertahankan kekeras kepalaannya dalam menjaga keaslian bangsa Korea dengan melarang percampuran antara bangsa asing dengan penduduk Korea. Ancaman lainnya datang dari Jepang di tahun 1592 dan 1597. Toyotomi Hideyoshi yang baru saja menyatukan Jepang melanjutkan ambisinya untuk menguasai China dengan menggunakan Korea sebagai batu loncatan. Jepang memang berhasil mendarat di semenanjung Korea (dan bahkan mencapai Seoul), tetapi armada Jepang dihancurkan armada Korea sehingga pasukan yang berada di darat terputus suplai logistiknya dan pada akhirnya dapat dikalahkan.
Selain keras kepala dalam mempertahankan identitas Korea-nya, bangsa Korea juga berkarakter kolektif dengan sesamanya. Ini juga tak lepas dari pengaruh invasi berulangkali yang mengharuskan mereka bekerja sama untuk mempertahankan identitas bangsa. Sesama orang Korea dapat dengan mudah cepat akrab dan saling berbagi teritori pribadi. Mungkin inilah yang membuat Korea memimpin pasar game online, dibandingkan dengan Jepang yang merajai pasar game console.
Karakteristik bangsa Korea sebenarnya merupakan karakter khas bangsa semenanjung yang keras dan tanpa kompromi. Anda dapat lihat bangsa2 di semenanjung Balkan maupun semenanjung Indochina, meskipun berkali-kali diinvasi bangsa asing maupun saling menginvasi, mereka tetap mempertahankan identitasnya masing2 sebagai bangsa tersendiri. Kasus Korea, mereka telah dipersatukan terlebih dahulu di tahun 57 SM oleh Dinasti Shilla.
Jepang
Jepang merupakan negara kepulauan, dengan 4 pulau utama dan wilayah dikelilingi laut. Laut tersebut merupakan benteng alami, yang secara tidak langsung menyelamatkan Jepang dari invasi bangsa asing. Sepanjang sejarah, Jepang hanya takluk oleh bangsa asing pada akhir Perang Dunia II (yang oleh Commodor Perry di tahun 1854 cuma dipaksa membuka diri, belom takluk). Invasi Mongol 2 kali tahun 1274 dan 1281 gagal total, salah satunya karena badai kamikaze yang "kebetulan" terjadi dan memporak-porandakan armada Mongol-Yuan.
Karena tidak pernah terusik invasi bangsa asing inilah, maka ancaman terbesar justru datang dari dalam. Orang2 Jepang tidak bisa lari kemana-mana jika terjadi pertempuran di antara mereka dan mau tidak mau harus bertarung sampai penghabisan. Karena itu, orang Jepang menerapkan karakter "damai" dalam kehidupan mereka. Sekitar abad ke-7, Pangeran Shotoku menciptakan Undang2 pertama buat Jepang yang terdiri dari 17 bab, dengan bab pertama berisi tentang keutamaan perdamaian dan keharmonisan. Tentu saja, untuk menjembatani semua pihak jika terjadi perselisihan, harus ada pihak/figur yang "berkekuatan dewa" yang "selalu benar". Tetapi, tentu saja setiap ada orang dengan kekuatan muncul, pasti kekuatan lama akan ditantang untuk dilengserkan. Jika ini terus berlanjut, maka "perdamaian" yang diharapkan justru tidak akan terjadi. Oleh karena itu, kaisar Jepang yang merupakan "figur penengah" dianggap sebagai keturunan dewa untuk menjaga agar tetap ada "pemimpin dari langit" untuk dipuja rakyat. Sebenarnya kaisar tidak mempunyai kekuasaan apa2 terhadap negerinya. Adalah perdana menteri, kemudian menjadi shogun atau panglima militer tertinggi, yang memegang kekuasaan atas rakyatnya melalui pemerintahan bakufu (pemerintahan militeris). Lucunya, jabatan shogun ini juga diwariskan secara turun temurun. Sepanjang sejarah Jepang terdapat 3 generasi shogun yang berkuasa cukup lama, yaitu Kamakura/Minamoto (1185-1333), Ashikaga (1333-1573), dan Tokugawa (1600-1860).
Nah, untuk melaksanakan karakter "damai", orang Jepang cenderung menghindari kontak dengan orang lain karena khawatir menyinggung perasaan. Ketika berkomunikasi dengan orang lain pun, mereka umumnya menggunakan bahasa yang sopan dan cenderung banyak basa basi. Ada istilah honne dan tattemae dalam komunikasi mereka, dimana honne adalah "maksud sebenarnya yang terkandung dalam hati" dan tattemae adalah "omongan yang diucapkan". Jadi apa yang keluar di mulut belum tentu merupakan maksud sebenarnya. Saking terbiasanya orang Jepang berkomunikasi dengan mempertimbangkan "perdamaian", mereka bisa saling mengerti apa yang dimaksud lawan bicaranya tanpa harus banyak bicara. Karakteristik ini mirip dengan penduduk pulau di manapun di bumi ini. Contohnya orang Inggris maupun orang Jawa. Mereka cenderung menghindari konflik antar sesamanya dan banyak berbasa-basi dalam berkomunikasi.
Selain karakter damai, bangsa Jepang juga berkarakter "harmonis" dengan pengaruh2 asing yang masuk ke kebudayaannya. Tidak seperti China yang langsung "melahap" semua pengaruh asing dalam kebudayaan Han bersatu ataupun Korea yang selalu keras kepala mempertahankan keaslian ke-Korea-annya, Jepang sangat fleksibel dalam menyikapi pengaruh luar. Mereka menyerap pengaruh luar, kemudian memprosesnya sedemikian rupa sehingga pengaruh luar itu cocok dengan mereka, dan menghasilkan hal baru yang berciri Jepang. Awalnya pengaruh luar yang datang dari China via Korea adalah Konfusianisme, yang digunakan sebagai filosofi pemerintahan oleh Jepang. Kemudian ketika Buddhisme datang, sudah ada kepercayaan lokal yaitu Shinto. Untuk menghindari konflik agama, maka pemerintah saat itu membebaskan rakyatnya untuk memeluk agama apapun. Tiga aliran kepercayaan itu pun harus rela hidup berdampingan. Dan sebagai hasilnya, Konfusianisme menjadi filosofi pemerintahan, Shintoisme menjadi simbol negara, dan Buddha menjadi agama utama. Hal tersebut berlangsung sampai Restorasi Meiji di tahun 1868.
Contoh lain keharmonisan Jepang dalam menyikapi pengaruh luar, bisa kita lihat dalam kehidupan modern. Budaya natal, valentine, maupun menikah di gereja merupakan budaya barat yang jelas2 bernuansa Kristen. Tetapi meskipun penganut Kristen di Jepang tidak ada 1 % nya, budaya itu tetap saja populer di kalangan masyarakat Jepang. Tentu saja dengan sedikit perubahan khas Jepang, seperti hanya cewek yang memberi coklat kepada cowok yang disukainya pada valentine maupun malam natal yang biasa dijadikan "malam pribadi" bersama pasangan.
Jadi, meskipun luarnya tampak sama tapi setelah dilihat dalemnya ternyata berbeda. Hal yang sama dapat terlihat di Eropa, dengan memposisikan Prancis sebagai China, Inggris sebagai Jepang, dan negara2 Balkan sebagai Korea.
Dan ada trivia unik, mayoritas penduduk di Korea saat ini justru penganut Kristen (41%), melebihi penganut Buddha. Di seluruh Korea (selatan) terdapat 10 ribu gereja, hal yang cukup jarang terlihat di negara Asia. Sepertinya mereka beramai-ramai memeluk Kristen ketika misionaris datang pasca perang Korea (1950), dengan pengharapan menemukan tempat pelarian spiritual setelah tercerai berai karena perang. Kehidupan beragama masyarakat Korea saat ini masih terjaga dengan baik, meskipun dalam praktiknya mereka banyak mencampurkan antara ajaran Kristen, Buddha, dan kepercayaan lokal. Tidak seperti di Jepang yang mulai "mendewakan" rasionalisme maupun di China yang komunis. Benar2 bangsa2 yang menari.


Daftar pustaka
-          Kartodirijo, sartono. 1975. Sejarah nasional. Jakarta: Depdikbud.
-          Koetoyo, soetrisno et al. 1982. Sejarah dunia. Jakarta: widjajo.
-          Notosusanto, nugroho et al. 1992. Sejarah nasional indonesia  1. Jakarta: Depdikbud.
http://yudhahernandes.blogspot.com/2012/05/sejarah-asia-timur-china-korea-dan.htm

No comments:

Post a Comment