KATOBUNG ALAT MUSIK TRADISIONAL

Reza Audina / PBM/ F B

 

            Ketobong atau Katobung yang sering juga disebut kendang (gendang) adalah salah satu alat music tradisional yang terdapat di Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau, Indonesia. Saat ini, alat music tersebuta jarang dijumpai, dan menjadi langkah. Konon alat music ini tidak hanya sebagai penghibur, melainkan juga berfunfsi untuk menyembuhkan orang sakit, acara penyembuhan tersebut dinamakan Belian. Dan pada saat itu katobung yang mereka gunakan bukanlah katobung sembarangan, melainkan katobunga yang memiliki nilai-nilai magis yaitu kekuatan sakti.


A.    Deskripsi Katobung dalam Belian

Belian merupakan salah satu tradisi masyarakat Petalangan dalam mengobati penyakit. Pengobtan dilakukan dengan cara memanggil roh halus agar masuk kedalam tubuh manusia sebagai perantara/media untuk mengetahui penyebab penyakit dan obat untuk menyembuhkan penyakit tersebut.

Katobung erat kaitannyadengan suatu prosesi belian, sehingga ada dan tidaknya tergantung prosesi tersebut. Terlaksananya belian juga sangat terkait dengan pengobatan, baik pengobatan umum maupun pengobatan dukun sendiri. Belian untuk pengobtan umum disebut dengan belian biaso, dan belian untuk pemulihan dukun atau kemantan disebut dengan belian pole.

Prosesi belian dapat dilaksanakan di setiap waktu dan biasanya lebih banyak memilih malam hari. Terlaksananya belian  sasuai dengan permintaan dari pasien yang sakit, atau juga sesuai dengan pesoalan yang dihadapi kemantan terutama secara spiritual memiliki gangguan  baik internal maupn eksternal. Belian pole biasanya dilaksanakan pada malam hari tanggal 13 hingga 15 kalender bulan yakni bersamaan bulan prnama.lain dengan belian biaso tidak terkait tanggal atau hari tersebut, tetapi tergantung dari permintaan pasien.

Pelaksanaan ritual berlangsung dan sampai kemantan beranjak dan duduk di dekat tikar yang disebut juga sebaai prosesi mulai duduk. Ia membacaka mantra yang di dalamnya menyebutka metafora tentang tentang alam makrokosmos dan alam mikrokosmos. Prosesi ini juga sebagi bentuk pemetaan dari alam makrokosmos kepada alam mikrokosmos, sebagai berikut.

Bumu selaba dulng

Langit sekombang paying

Tanah sekopal mulo jadi

            Alam godang dipekocik

            Alam kocik dihabihi

            Tinggal alam dalam dii

            Suut kedalam dii

Bersamaan dengan pemetaan dan pengecilan alam makrokosmos tersebut, maka terdengar tabuhan gendang katobung. Instrumen katobung tetap selalu di tabuhsebagai pengantar ke prosesi selanjutnyayang disebut pejongkuan. Prosesi ini dapat disebut dengan sembah. Dimana pada posisi duduk kemantan menyembah kearah dian atau lilin sambil berdendang dengan membunyikan gonto (genta) .

Irama katobung disesuaikan dengan setiap rangkaian prosesi. Selanjutnya membawa roh pulang ke dunianya.

 

B.     Tinjauan Fungsi

1.     Kegunaan

Kegunaan ritual belian adalah sebagai media pengobatan orang sakit secara spiritual. Tentulah katobung (instumen dan musiknya) yang hanya dihadirkan pada belian semata memiliki kegunaan yang sama. Bahkan untuk latihan music katobung tidak dapat dilakukan dengan instrument lain seperti gendang panjang. Jikapun latihan harus menggunakan instrument katobung maka hanya dapat dilakukan pada hari saat aan dilangsungnya katobung.

2.     Fungsi Sebagai Sarana Ritual

Fungsi sebagai sarana ritual dipahami dengan melihat keseluruhan upacara sebagai media menuju ke dunia spiritual. Keritualan itu terlihat dengan nilai-nilai kesyakralan yang terkandung seperti dipaparkan di atas. Lalu dengan nilai iyu maka kedudukannyateramat penting untuk melengkapi sbuah upacara yang di dalamnya memiliki makna; persembahan, pemujaan, dan permintaan kepada roh-roh yang diagungkan tersebut.

3.     Fungsi Sebagai Media Komunikasi

Musik oleh sebagian orang dapat saja dianggap sebagai bahasa universal, namun demikian tidak bagi Merriam. Baginya tidak setiap orang mampu mengerti akan bahasa music, karena setiap jenis music lahir dan tumbuh pada suatu masyarakat dengan latar belakang kebudayaannya (Pemahaman sebagai bahasa universal hanya dapat dimengerti bila music memberi rangsangan keindahan atau nilai keindahan sebagai ekspresi jiwa yang mampu menghibur). Kekhasan bahasa katobung memang tidak dapat dimengerti bagi yang bukan memiliki religi yang sama atau dalam pengalaman yang sama. Karena fungsinya sebagai media komunikasi tersebut teramat eksklusif bagi seorang kemantan seorang yang hubungannya dengan dunia spiritual. Hal inilah yang dimaksud Merriam, bahwa komuniaksi yang fundamental sebagai dialog kemantan dengan roh hanya dimengerti oleh kemantan sendiri dan –bila diperlonggar—selanjutnya oleh orang petaangan.

C.    Bentuk Penyajian

Katobung adalah alat musik gondang (gendang) yang termasuk dalam klasifikasi membranophone. Gendang ini tidak berpasangan sebagaimana terdapat pada genre music lainnya pada masyarakat Melayu Riau, maupun pada masyarakat Petalangan. Ashley Turner menyebut gondang katobung ini "mencerminkan fungsinya sebagai lambing persebatian sosial dan kosmologi yang harus dicapai dalam upacara Belian". Gondang katobung ini dimainkan dimainkan dalam upacara pengobatan yan disebut dengan belian. Gondang dua muka ini dimainkan oleh dua orang penabuh yang disebut bujang belian atau bujang nobat: seorang seagai penyelalu menabuh dengan telapak tangan di kepalo (kepala) gondang dan seorang lagi sebagai peningkah menabuh dengan rotan di buntut (ekor) gondang.

Upacara belian tidak akan teraksana tanpa memainkan gondang katobung. Sebaliknya permainan katobung dapat dilakukan sendiri tanpa upacara belian. Bunyi katobung berfungsi sebagai sarana untuk mengantarkan roh dalam perjalanan batin kemantan.

Pada mulanya lagu-lagu atau irama dalam permainan gondang katobung sebanyak 146 irama. Namun sudah jarang dimainkan, selain tidak dapat lagi dilakukan. Apalagi penabuh gondang katobung pada waktu penelitian ini hanya tinggal beberapa orang.

1.      Konstruksi Gondang Katobung

Bahan yang digunakan untuk pembuatan gondang katobung yang berfungsi sebagai resonator seperti kayu mobou, tungkal, compodak utan, losua, dan kayu gaharu. Diantara semua kayu itu yang sudah jarang dibuat ialah kayu gaharu. Karena sudah sangat sulit didapat.

Selain bahan kayu, ada syarat-syarat tertentu untuk mengambil kayu. Mulanya dipilih kayu yang bagus, kemudian diasapi dengan gaharu setelah diasapi kemudian ditepung tawari dengan bahan-bahan seperti pohon andauso, sidingin (beras), setaweh, ati-ati yg sudah di mantrai. Bunyi mantra itu kira kira seperti:

 

Bismillahhirrahmanirrohim

Assalamualaikum ibuku bumi

Assalamualaikum bapakku langit

Nur cahaya namonyo siang

Indang kolobu namonyo alam

Nobi Ayub nobi ake

Nobi Nuh nobi kayu

(bismillahhirrohhmanirrohim

Assalamualaikum ibuku bumi

Assalamualaikum bapakku langit

Nur cahaya namanya siang

Indang kolobu namanya alam

Nabi Ayub nabi akar

Nabi Nuh nabi kayu)

 Seterusnya kayu ditumbangkan dengan syarat menghadap ke timur dan sedapat mungkin jangan ter sampang ke kayu lain setelah dipotong menurut ukuran yang dikehendaki kemudian dilubangi dibentuk dengan beliung di raut dengan angsang.

Tempat tumbuh kayu gondang katobung secara batiniah dinamakan kayu endak ending alam, kayu putih kemalo akim, kayu putih bangka bulan, kayu endak ending galob, kayu angsak angasang dui, Jika secara makrifat kayu endak endang alam ini menjadi kayu katobungnya biasanya dapat didengar dari jarak yang jauh dari tempat katobung ditabuh.

 Jika ditinjau dari organologisnya, gondang katobung berbentuk silinder dengan panjang kira-kira 65cm, berbentuk dua muka. Bagian kepalo (kepala) berdiameter 30cm, dan bagian buntut (ekor) lebih besar sedikit kira kira 34cm. Di tengah-tengah badan katobung dilubangi kira-kira sebesar 1-2 cm. Kedua kepalo dan buntut ditutup dengan membran yang dibuat dari kulit kambing yang sudah ditipiskan. Kedua membran bagian kepalo dan buntut diikat dengan rotan yang sudah di raut yang disebut dengan peranggit. Jumlah peranggit dalam satu lingkaran badan bisanya sebanyak 24 ikatan. Dari kepalo (membrane) diikat ke bagian tengah katobung yang terbuat dari kawat besi yang disebut dengan sampan. Dari buntut (membrane) juga diikat ke bagian tengah yang terbuat dari kawat besi yang juga disebut sampan. Kemudian antara sampang bagian kepalo dan sampai bagian buntut diikat dengan tali yang terbuat dari nilon, kain atau kulit sapi atau kulit kerbau yang sudah dibentuk menjadi tali yang disebut dengan tali ulang. Ketika gondang katobung hendak ditabuh sebelumnya direnggangkan atau ditegangkan dengan memasak kayu kecil yang disebut dengan sontung (pasak). Diluar konstruksi ini pada peranggit bagian kepalo dan peran bagian buntut dipasang kain putih yang diberi kunyit dan biasanya sudah dimantrai sebanyak 8 helai yang disebut dengan pepanji kuning.

Ukuran Katobung :

·         Panjang 65 cm

·         Diameter kepalo 30 cm

·         Diameter buntut 34 cm

·         Tebal dinding badan 1 cm

 Selain badan katobung, diperlukan juga sebatang rotan untuk alat penabuh bagi peningkah. Rotan penabuh diambil mulai dari akar pangkat rotan dan diraut agak kecil ke ujung rotan yang panjangnya kira-kira 50 - 60 cm.

2.      Teknik Penabuhan

Gondang katobung dimainkan atau ditabuh oleh dua orang. "Secara batiniah, gondang katobung melambangkan prinsip dualisme kosmologi. Prinsip dualisme disempurnakan sehingga persebatian penyelalu dengan peningkah terjadi dalam satu tubuh" (Ashley Tuner : 1993).

Dalam permainan, penyelalu memegang katobung di paha kirinya dengan duduk bersila dan kepala katobung di mukanya, sedangkan peningkah duduk seperti bersila, namun kaki kirinya ditekuk serta ujung kakinya sebagai penyangga katobung bagian buntut.

 Bunyi yang dihasilkan gondang kata hubung pada dasarnya terdiri dari tiga warna bunyi. Nama 3 jenis bunyi itu yakni: dang, dung, dan tak. Penyelalu untuk bunyi dang dari telapak tangan kanan dan bunyi dung dari telapak tangan kiri. Sedangkan peningkah untuk bunyi tak dan bunyi tung dengan rotan di tangan kanannya, sedang telapak tangan kirinya kadang-kadang menutup tepi gondang katobung sehingga kadang-kadang menimbulkan bunyi tek. Penyelalu juga kadang-kadang juga menimbulkan bunyi silabis yang lain dengan menepuk beberapa bagian permukaan membrane.

3.      Lagu atau Irama Katobung

Pola ritme yang biasanya dalam kebudayaan melayu disebut dengen rentak, pada gondang katobung masyarakat petalangan oleh penabuhnya disebut dengan lagu atau irama. Biasanya lagu atau irama terdapat pada alat-alat musik berjenis melody seperti celempong, suling, rebab dan lain-lain.

Ada 9 lagu atau irama katobung yang harus dimainkan bujang belian atau penabuh katobung berturut-turut tanpa berhenti mengiringi mantra yang dinyanyikan oleh kemantan dan bunyi gonto (giring-giring) pada kedua tangannya. Setelah 9 lagu atau irama ini selesai dimainkan oleh bujang belian, lagu atau irama selanjutnya ditentukan oleh kemantan menurut perjalanan batinnya bersama aquan (roh).

Pada dasarnya seluruh irama lagu ini jika diamati sekali jalan hampir semua jenis pukulan nya sama. Penyalur umumnya menambuhdengan motif yang sama setiap irama lagu. dengan tempo metronome sekitar 80 ketukan not seperempat dalam 1 menit, serta durasi not seperenambelas. Namun jika diamati dengan lebih cermat, setiap irama lagu dapat ditandai pada peningkah. Dari motif ritme yang dimainkan oleh peningkah dapat diketahui bahwa ada perbedaan pada setiap irama lagu, dan bahkan pada peningkah ini diketahui juga tempo yang digunakan.

Kesimpulan

            Katobung adalah alat music tradisional yang berasal dari Kabupaten Pelalawan. Katobung digunakan untuk menghibur dan juga digunakan untuk mengobati orang sakit. Dalam mengobati orang sakit tersebut dinamakan belian, pada belian, katobung bukan sebagai alat music biasa, tetapi alat music yang memiliki ke-magis-an dan kesakralan. Penggunaan katobung sebagai alat penyembuh orang sakit tidak sembarangan menggunakannya, melainkan harus disaat-saat tertentu dan yang menggunakannya haruslah orang yang ahli. Seperti 2 orang penabuh yang disebut bujang belian dan bujang nobat. Fungsi katobung dalam belian yaitu sebagai sarana ritual dan alat komunikasi. Dalam acara belian tidak akan berjalan ritual tersebut tanpa katobung, dan begitu juga sebaliknya.

Serta pembuatan katobung haruslah dengan menggunakan bahan-bahan yang khusus, tidak boleh sembarangan. Seperti kayu mobou, tungkal, compodak utan, losua, dan kayu gaharu. Selain bahan kayu, ada syarat-syarat tertentu untuk mengambil kayu. Mulanya dipilih kayu yang bagus, kemudian diasapi dengan gaharu setelah diasapi kemudian ditepung tawari dengan bahan-bahan seperti pohon andauso, sidingin (beras), setaweh, ati-ati yg sudah di mantrai. Karena sudah jarangnya ditemukan kayu-kayu yang akan digunakan dalam pembuatan katobung maka katobung sekarang jarang ditemui, dan juga sudah banyak pemuda yang tidak lagi menghiraukan dan berminat menggunakan alat musik tradisional tersebut. Memainkan katobung bukanlah asal memainkan saja melainkan menggunakan teknik yang sudah ditentukan.

Katobung memiliki ukuran-ukuran yang harus diperhatikan, yaitu:

·         Panjang 65 cm

·         Diameter kepalo 30 cm

·         Diameter buntut 34 cm

·         Tebal dinding badan 1 cm

Daftar Pustaka

Almubari  Dasri, Elmustian, Jalil Abdul. 2005. Pengkajian alat-alat Musik Tradisional Daerah

Riau. Pekanbaru: P2KK

Anandar, Merriam.2008. Musik Tradisional Katobung. Pekanbaru: Dinas Kebudayaan, Kesenian

dan Pariwisata Provinsi Riau.

http://icl.googleusercontent.com/?lite_url=http://melayuonline.com/ind/

http://suryadhie.wordpress.com

 

No comments:

Post a Comment