JANJI KEMERDEKAAN OLEH JEPANG DAN PEMBENTUKAN BPUPKI

SISKA MAULANA PUTRI

 

Peristiwa pertama yang terjadi sebelum lahirnya proklamasi kemerdekaan Indonesia adalah kekalahan Jepang dan kekosongan kekuasaan. Dari tahun 1942 sampai 1945 Indonesia berada di bawah kekuasaan Jepang. Dan kekalahan Jepang dalam perang dunia ke II sangat berpengaruh dan menjadi salah satu faktor utama lahirnya Proklamasi Indonesia.

Dalam sejarahnya Jepang merupakan penyebab terjadinya Perang Dunia ke II. Hal ini terjadi setelah Jepang menghancurkan Pearl Harbour. Tidak hanya itu setelah itu Jepang juga mulai meluaskan wilayah jajahannya setelah berhasil memporak porandakan Pearl Harbour, yakni dermaga pasukan terbesar pasukan sekutu. Dan hal ini membuat pihak sekuta menjadi kacau. Dan Jepang mulai bergerak menuju wilayah yang memiliki potensi besar dalam membantu Jepang dalam perang dunia II (bahan tambang seperti minyak, karet, timah, boksit, manggan). Dan wilayah yang di kuasai pihak sekutu, dan Indonesia merupakan salah satunya. [1]

Jepang masuk ke Indonesia bukanlha secara langsung namun dengan cara melakukan propaganda terlebih dahulu untuk menarik perhatian bangsa Indonesia yang pada saat itu dalam penderitaan yang diterima dari bangsa Belanda. Bangsa Jepang mengatakan bahwa mereka adalah "Saudara Tua" dari Indonesia. Dan kedatangan merekan bukanlha untuk menjajah melainkan untuk melepaskan Indonesia dari penjajahan Belanda. Tidak hanya itu Jepang juga mengatakan bahwa Jepang Cahaya Asia, Jepang Pelindung Asia, dan Jepang Pemimpin Asia. Dengan demikian membuat bangsa Indonesia percaya akan ketulusan bangsa Jepang membebaskan penjajahan Belanda di Indonesia. Pada saat kedatangan bangsa Jepang ke Indonesia, bangsa Indonesia menyambutnya dengan antusias dan harapan. Namun sambutan ini tidak mengartikan bahwa propaganda yang di lakukan itu berhasil namun karena harapan yang besar untuk merasakan kebebasan dari belenggu Belanda. Di tambah lagi dengan kepercayaan orang Jawa dengan adanya "Pemerintahan Ratu Adil".

Dalam perkembangan selanjutnya, kedudukan Jepang semakin terdesak Dalam Perang Pasifik karena Pulau Saipan yang sangat strategis jatuh ke tangan pasukan Amerika Serikat pada bulan Juli 1944. Dengan jatuhnya Pulai Saipan ke tangan sekutu merupakan ancaman bagi pihak Jepang, di tambah lagi dengan kalahnya Jepang di beberapa wilayah dalam menghadapi sekutu. Ditambah lagi dengan adanya pemberontakan yang di lakukan oleh rakyat Indonesia maupun oleh tentara PETA. Keadaan negeri Jepang semakin buruk, dan moral rakyat pun telah menurun. Hal ini menandakan berakhirnya Kabinet Jenderal Hideki Tojo dan di gantikan oleh Jenderal Kunaiki Koiso.[2]

Dalam situasi seperti ini Jenderal Kunaiki Koiso mempunyai tugas besar dalam memulihkan kewibawaan Jepang di mata seluruh bangsa di dunia khususnya di mata Bangsa Asia. Karna hal tersebut Perdana Mentri Koiso pada tgl 7 september 1944 dalam sidang istimewa Parlemen di Tokyo, mengeluarkan pernyataan bahwa "Hindia Timur (Indonesia) di perkenankan merdeka kelak di kemudian hari" dan pernyataan tersebut tekenal dengan nama "Janji Koiso". Adapun tujuan Janji Koiso tersebut adalah agar rakyat Indonesia tidak melakuakan perlawanaan terhadap Jepang. [3]

Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas, dan hal ini membuat pemerintah Jepang yang berada di Jawa dan di bawah pimpinan Jenderal Kumakici Harada berusaha meyakinkan bangsa Indonesia tentang janji kemerdekaan. Namun hal ini dapat terjadi apabila bangsa Indonesia bersedia membantu bangsa Jepang dalam menghadapi sekutu. Dan hal ini di perkuat dengan di bentuknya BPUPKI (Dokuritsu Jundi Cosakai) atau Badan Penyelidikan Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia.[2]

Badan ini bertujuan untuk mempelajari dan menyelidiki hal-hal penting berkaitan dengan segala sesuatu yang menyangkut pembentukan negara Indonesia merdeka. BPUPKI resmi dibentuk pada tanggal 1 Maret 1945, bertepatan dengan ulang tahun Kaisar Jepang, Kaisar Hirohito. Dr. Kanjeng Raden Tumenggung (K.R.T.) Radjiman Wedyodiningrat, dari golongan nasionalis tua, ditunjuk menjadi ketua BPUPKI dengan didampingi oleh dua orang ketua muda (wakil ketua), yaitu Raden Pandji Soeroso dan Ichibangase Yosio (orang Jepang). Selain menjadi ketua muda, Raden Pandji Soeroso juga diangkat sebagai kepala kantor tata usaha BPUPKI (semacam sekretariat) dibantu Masuda Toyohiko dan Mr. Abdoel Gafar Pringgodigdo.

BPUPKI sendiri beranggotakan 69 orang, yang terdiri dari: 62 orang anggota aktif adalah tokoh utama pergerakan nasional Indonesia dari semua daerah dan aliran, serta 7 orang anggota istimewa adalah perwakilan pemerintah pendudukan militer Jepang, tetapi wakil dari bangsa Jepang ini tidak mempunyai hak suara (keanggotaan mereka adalah pasif, yang artinya mereka hanya hadir dalam sidang BPUPKI sebagai pengamat saja).

Pada tanggal 28 Mei 1945 BPUPKI di lantik yang di laksanakan di gedung Cuo Sangi In yang dihadiri seluruh anggota BPUPKI dan dua pembesar Jepang yakni Jenderal Itagaki dan Jenderal Yaiciro Nagano. Setelah anggota BPUPKI dilantik, kemudian mereka mulai bersidang. Dala hal ini BPUPKI adalah menyusun Dasar dan Konstitusi untuk negara Indonesia yang akan didirikan. BPUPKI mulai bersidang pada tanggal 29 Mei 1945 sampai tanggal 1 Juni 1945. Sebelumnya agenda sidang diawali dengan membahas pandangan mengenai bentuk negara. Indonesia menyepakati bentuk negara kita adalah "Negara Kesatuan Republik Indonesia". Dan agenda sidang di lanjutkan, dalam sidang ini BPUPKI membicaraka dasar negara yang akan kita pakai. Dasar negara ini nanti akan kita kenal dengan sebutan "Pancasila". [4]

Untuk mendapatkan rumusan dasar negara Repulik Indonesia yang benar-benar tepat, maka agenda acara dalam persidangan BPUPKI ini adalah mendengarkan pidato (usulan) dari tiga tokoh utama pergerakan nasional Indonesia, yang mengajukan pendapatnya tentang dasar negara Republik Indonesia. Yakni :

1.      Pada Sidang tanggal 29 Mei 1945, Mr. Prof. Mohammad Yamin, S.H. berpidato mengemukakan lima gagasan mengenai rumusan dasar negara Republik Indonesia, yaitu:

1. Peri Kebangsaan

2. Peri Kemanusiaan

3. Peri Ketuhanan

4. Peri Kerakyatan

5. Kesejahteraan Rakyat".

2.   Sidang tanggal 31 Mei 1945, Prof. Mr. Dr. Soepomo berpidato mengemukakan gagasan mengenai lima rumusan dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Dasar Negara Indonesia Merdeka", yaitu: 

1. Persatuan

2. Kekeluargaan

3. Mufakat dan Demokrasi

4. Musyawarah

5. Keadilan Sosial

3.   Sidang tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno berpidato mengemukakan gagasan mengenai rumusan lima sila dasar negara Republik Indonesia, yang dia namakan "Pancasila", yaitu:

1. Kebangsaan Indonesia

2. Internasionalisme dan Peri Kemanusiaan

3. Mufakat atau Demokrasi

4. Kesejahteraan Sosial

5. Ketuhanan Yang Maha Esa [1]

            Dan dalam sidang yang pertama ini belum menghasilkan keputusan apapun. Hanya mendapatkan usulan-usulan tentang dasar Negara Republik Indonesia. Pada tanggal 22 Juni 1945 terbentuk panitia kecil yang berjumlah 9 orang yang kemudian di kenal dengan nama "Panitia Sembilan" , yang terdiri dari ; Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta. Mr. Muh. Yamin, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A. A. Maramis, Abdulkahar Muzakkir, Wachid Hasyim, H. Agus Salim, dan Abikusno Cokrosuyoso. Paniti ini di bentuk untuk menyusun rumusan dasar negara berdasarkan pemandangan umum para anggota.

            Akhirnya mereka "panitia sembilan" berhasil merumuskan maksud dan tujuan pembentukan negara Indonesia merdeka. Rumusan ini di terima secara bulat dan di tanda tangani oleh Mr. Moh. Yamin. Rumusan dasar negara Republik Indonesia ini yang kemudian di kenal sebagai "Piagam Jakarta" atau "Jakarta Charter" yang pada waktu itu disebut juga sebagai sebuah "Gentlement Agreement". Menurut dokumen tersebut dasar Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :

1.      Ketuhan dengan kewajiban menjalankan syariat islam bagi pemeluk-pemeluknya.

2.      (menurut) dasar kemanusian yang adil dan beradab

3.      Persatuan Indonesia

4.      (dan) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan,

5.      (serta dengan mewujudkan suatu) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. [5]

Rancangan ini diterima untuk selanjutnya dimatangkan dalama masa persidangan BPUPKI yang kedua, yang akan di laksanakan mulai tanggal 10 Juli 1945. Di antara persidanga BPUPKI yang pertama dan yang kedua berlangsung pula persidangan tak resmi yang di hadiri 38 orang anggota BPUPKI. Persidangan ini di pimpin oleh Ir. Soekarno dan dalam sidang ini membahas mengenai rancangan "Pembukaan Undang-Undang 1945", yang kemuadian dilanjutkan pembahasannya pada  masa persidangan BPUPKI yang kedua.

Persidangan BPUPKI yang kedua berlangsung sejak tanggal 10 Juli 1945 hingga tanggal 17 Juli 1945. Dalam sidang BPUPKI yang kedua ini adalah membahas tentang Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, Kewarganegaraan Indonesia, rancangan Undang-Undang Dasar dan Isi Pembukaan Undang-Undang Dasar. Pada sidang BPUPKI yang kedua ini, anggota BPUPKI di bagi-bagi dalam panitia-panitia kecil. Panitia Perancangan Undang-Undang Dasar yang di ketuai oleh Ir. Soekarno, panitia ini berjumlah 19 orang yang terdiri dari A. A. Maramis, Oto Iskandardinata, Poeroeojo, Agus Salim, Mr. Maria Ulfah Santosa, Mr. Ahmad Subardjo, Prof. Dr. Mr. Supomo, Wachid Hasyim, Parada Harahap, Mr. Latuharhary, Mr. Susanto Tritoprodjo, Mr. Sartono, Mr. Wongsonegoro, Wuryaningrat, Mr. R. P. Singgih, Tan Eng Hoat, Prof. Dr. P. A. Husein Djajadiningrat, dr. Sukiman.

Pada tanggal 11 Juli 1945, sidang panitia Perancangan Undang-Undang Dasar dengan suara bulat menyetujui isi pembukaan yang diambil dari Piagam Jakarta. Kemudian dibentuk panitia kecil perancangan Undang-Undang Dasar yang di ketuai oelh Prof. Dr. Mr. Supomo dengan anggota-anggotanya sebagai berikut : Mr. Wongsonegoro, mr. Ahmad Subarjo, Mr. A. A. Maramis, Mr. R. P. Singgih, H. Agus Salim, dr. Sukiman.

Pada tanggal 14 Juli 1945, BPUPKI menerima laporan panitia Perancangan Undang-Undang Dasar, yang dibacakan oleh ketua panitianya sendiri Ir. Seokarno. Dalam laporan tersebut membahas mengenai rancangan Undang-Undang Dasar yang di dalamnya tercantum tiga masalah pokok yaitu :

1.      Pernyataan tentang Indonesia merdeka

2.      Pembukaan Undang-Undang Dasar

3.      Batang tubuh Undang-Undang Dasar yang kemudian dinamakan sebagai "Undang-Undang Dasar 1945"

Dalam sidang BPUPKI II ini disetujui secara bulat yaitu :

1.      Rancangan Hukum Dasar Negara Indonesia Merdeka

2.      Piagam Jakarta menjadi pembukaan Hukum Dasar itu.

Untuk pembukaan Hukum Dasar diambil dari piagam Jakarta dengan beberapa perubahan, yaitu sebagai berikut : Pada alinea ke-4 perkataan "Hukum Dasar", diganti dengan "Undang-Undang Dasar". Sementara itu, perdebatan terus berlanjut di antara peserta sidang BPUPKI mengenai penerapan aturan Islam bagi pemeluk-pemeluknya. Dan akhirnya di ganti menjadi "Ketuhanan Yang Maha Esa". Menurut dasar kemanusian yang adil dan beradab. Juga di ganti menjadi " Kemanusian Yang Adil Dan Beradap". [5]

Dan pada tanggal 7 Agustus 1945 BPUPKI di bubarkan sebagai gantinya dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPPKI) atau dalam bahasa Jepangnya Dokuritsu Junbi Inkai.

DAFTAR PUSTAKA :

[1] Badrika, I Wayan, 2006, Sejarah SMA, Erlangga : Jakarta

[2] Sudirman, Adi, 2014, Sejarah Lengkap Indonesia, Diva Press : Jogjakarta

[3] https://karw21anto.wordpress.com/tugas-2/semester-1/1-kronologi-keluarnya-

      janji-koiso/

[4] Achmad Soebardjo. 1970, Lahirnya Republik Indonesia. Jakarta Times : Jakarta

[5] Asril M. Pd, 2015, Sejarah Indonesia Dari Penjajahan Jepang Hingga Kemerdekaan, Panduan Diskusi Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP- UNIVERSITAS RIAU

 

No comments:

Post a Comment