Kesenian Joget Dangkong di Kecamatan Moro Kabupaten Karimun

Oleh: Arif Septian/PBM/FB

Sal Murgianto mengatakan, bahwa tari di belaha bumi Timur, termasuk Indonesia memiliki berbagai macam tari tradisi, lebih merupakan ungkkapan hidup dan emosi bersama suatu masyarakat, karena dalam kehidupan alam tradisi kebersamaan lebih diutamakan dari pada prestasi pribadi. Oleh sebab itu, bentuk-bentuk kesenian tradisi di Indonesia tidak diketahui siapa penciptanya, karena bentuk-bentuk kesenian tidak dianggap sebagai ciptaan perorangan, tetapi lebih diakui sebagai ungkapan emosi dan pengalaman bersama masyarakat pemiliknya (Murgyanto,1992: 10)

Kesenian tari memiliki peranan penting dalam kehidupan masyarakat Melayu dari dulu sampai sekarang. Tari selalu ada pada berbagai upacara adat, dan juga ditampilkan pada beberapa festival sebagai hiburan bagi masyarakat umum pada acara-acara tertentu, khususnya di wilayah Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Keberadaan tari tradisional Melayu di Kepulauan Riau, mengalami puncak kejayaan pada masa Kerajaan Melayu. Pada masa itu, pihak kerajaan merupakan pelindung bagi berbagai bentuk kesenian. Kesenian Melayu, khususnya kesenian tari di masyarakat Melayu Kepulauan Riau hidup dan terus mengalami perkembangan. Fungsi kesenian tari pada masa Kerajaan Melayu yaitu sebagai hiburan bagi keluarga Kerajaan Melayu, sebagai penyambutan tamu Kerajaan Melayu, dan juga sebagai hiburan bagi seluruh masyarakat Melayu serta sebagai beberapa rangkaian dalam adat Melayu. Pada zaman kerajaan alat musik merupakan suatu benda yang cukup sulit ditemukan, hal ini menjadikan sebagai music sebagai sesuatu yang langka, maka hanya pihak kerajaan yang mampu menyediakan berbagai alat musik sebagai kepentingan bagi pertunjukkan seni.
            Salah satu tari tradisional yang digemari dan berkembang dalam lingkungan kerajaan Melayu adalah Kesenian Joget Dangkong. Kesenian ini pernah popular di kalangan masyarakat Melayu di Kepulauan Riau kira-kira sejak zaman kerajaan Melayu Bentan, Riau-Lingga, hingga pada era tahun 1960-an. Pada masa ini, kesenian Joget Dangkong banyak ditampilkan baik pada upacara adat Melayu maupun sebagai hiburan yang ditampilkan kepada masyarakat umum. Kepopuleran kesenian joget Dangkong tidak hanya di wilayah Kepulauan Riau saja, namun juga berkembang di wilayah lain di Pulau Sumatera, seperti daerah Medan, Jambi, dan Palembang. Kepopuleran Joget Dangkong di dalam dan di luar wilayah Kepulauan Riau telah mendorong lahirnya kelompok Joget Dangkong di berbagai daerah, seperti di Pulau Tembeling, Bintan, Batam, Karimun, Dompak, Mantang, Lingga, Sugi, Parit, Tanjung Batu, dan Moro. Kelompok-kelompok kesenian Joget Dangkong inilah yang berjasa mempopulerkan kesenian Joget Dangkong ke seluruh pelosok wilayah Kepulauan Riau.
            Seiring dengan perkembangan zaman, masyarakat Melayu mengalami begitu banyak perubahan sosial budaya. Kerajaan Melayu tidak lagi berkuasa, struktur sosial masyarakat Melayu mengalami Perubahan, teknologi semakin berkembang, pola kehidupan berubah, dan kontak dengan budaya asing semakin intens. Kondisi ini membuat hilangnya peminat dan pewaris kesenian Joget Dangkong. Pengaruh budaya asing membuat generasi muda Melayu saat ini –bahkan juga generasi tua–  menjadi tidak begitu berminat dan tertarik dengan kesenian joget Dangkong. Mereka seolah lebih menyukai kesenian modern yang lebih praktis dan mengikuti trend kesenian terbaru dari pada melestarikan kesenian tradisional yang dipandang telah ketinggalan zaman. Akibatnya, keberadaan joget Dangkong semakin terlupakan. Joget Dangkong sudah sangat jarang ditampilkan bbaik dalam upacara adat, maupun sebagai hiburan bagi masyarakat umum.
            Kelompok Joget Dangkong di Kecamatan Moro menyadari ancaman kepunahan kesenian Joget Dangkong tersebut. Oleh karena itu, demi menjaga eksistensi kesenian Joget Dangkong di Moro, para seniman melakukan beberapa perubahan terhadap kesenian Joget Dangkong. Perubahan tersebut meliputi alat musik, anak joget, lagu dan gerakan joget, kostum dan tata rias hingga pertunjukkan Joget Dangkong.
A)    Alat Musik
            Alat Musik yang digunakan dalam suatu pertunjukkan Joget Dangkong di Moro saat ini tidak hanya terbatas pada empat alat music tradisional (yaitu: gong, gendang tambur, gendang babane, dan bjole tempurung), melainkan telah mengalami perubahan dan penambahan beberapa alat musik, seperti akordion, biola, marwas, gitar elektrik, dan organ tunggal.
            Akordion merupakan alat musik sejenis organ yang berasal dari Eropa yang kemudian digunakan oleh masyarakat Melayu sebagai alat musik dalam berbagai ragam kesenian Melayu. Akordion jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan oran. Alat musik ini dimainkan dengan menekan tombol-tombol akord dengan jari tangan kiri, sedangkan tangan kanan memainkan melodi lagu yang dibawakan. Untuk menghasilkan bunyi, akordion ditarik dan didorong untuk menggerakkan udara di dalamya. Pergerakan udara yang tersalur ke lidah akordion menghasilkan nada yang sesuai dengan akord yang ditekan.
            Biola merupakan alat musik yang sudah lama digunakan oleh masyarakat Melayu sebagai alat musik kesenian Joget Dangkong, sebagai pengganti bloje tempurung. Biola sebenarnya merupakan alat musik yang berasal dari Portugis yang kemudian diadopsi oleh masyaraka Melayu dan disesuaikan oleh lagu-lagu Melayu. Biola merupakan alat musik berdawai yang dimainkan dengan cara digesek. Biola memiliki empat senar yang disetel berbeda satu sama lainnya hingga menghasilkan tangga nada yang serasi. Sebuah biola dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu badan biola, leher biola, jembatan biola, batang penghubung, senar dan beberapa macam perangkat pembantu. Perangkat pembantu tersebut antara lain pasak penyetel untuk setiap senar, ekor bioka untuk menahan senar, pin dan tali untuk menahan ekor biola. Beberapa penyetel tambahan pada ekor biola bila diperlukan, dan sebuah penyangga dagu.
            Marwas merupakan sebuah gendang yang berukuran lebih kecil dari gendang biasa. Marwas berbentuk bulat tabung dengan ukuran diameter (bawah dan atas) 18 cm dan tinggi 12 cm. marwas terbuat dari kayu cempedak yang sudah tua, kulit kambing atau kulit pelanduk, dan rotan yang berfungsi sebagai pengikat (Subowati, 2009:36)
B)    Bentuk Pertunjukkan
Perubahan juga terjadi dalam hal pertunjukkan Joget Dangkong. Saat ini di wilayah Moro tidak pernah lagi dijumpai Joget Dangkong Keliling. Kesenian Joget Dangkong hanya dimainkan sebagai hiburan pada beberapa kegiatan yaitu : dalam suatu acara adat Melayu, acara kepemudaan dan dalam kegiatan Pemerintah Daerah Kabupaten Karimun. Dalam upacara adat, seperti upacara adat perkawinan, kesenian joget dangkong umumnya dimainkan pada malam hari sebelum atau setelah pelaksanaan upacara perkawinan. Pertunjukkan kesenian Joget Dangkong pada kesempatan ini dikhususkan untuk menghibur keluarga besar kedua mempelai serta masyarakat Melayu di sekitar lingkungan tempat tinggal. Dalam pertunjukkan ini, semua yang hadir dipersilakan berjojet tanpa harus membeli tiket. Pertunjukkan joget pada kesempatan ini tidak hanya didominasi oleh kaum laki-laki, tetapi juga kaum perempuan. Selain itu, penonton tidak hanya berjoget dengan anak joget yang disukainya, melainkan berjoget bersama-sama dengan suka ria.
Pertunjukkan joget dalam suatu acara kepemudaan (seperti peringatan HUT Kemerdekaan RI, Hari Sumpah Pemuda atau Hari Ulang Tahun Kabupaten Karimun) atau kegiatan yang diadakan oleh pemeritah daerah (seperti malam kesenian, perlombaan sampan layar atau Dangkong Dance Festival) sedikit berbeda dengan pertunjukan jogetdalam upacara adat. Pertunjukan joget tidak hanya dilaksanakan pada malam hari, tetapi juga dilaksanakan pada siang hari tergantung pada jenis kegiatan atau acara yang diadakan oleh pelaksana. Dalam pertunjukan joget dangkong yang ditujukan sebagai hiburan dalam suatu kegiatan kepemudaan (yang bersifat swadana masyarakat), kelompok joget dangkong masih meminta tips kepada penonton atas hiburan yang telah diberikan. Pemberian uang tips tidak dilakukan dengan sistem penjualan tiket, namun hanya menyediakan kotak sebagai tempat penonton meletakkan uang secara sukarela. Dalam pertunjukan joget ini juga terdapat penambahan dekorasi panggung dan pencahayaan yang lebih semarak.
Pada acara perlombaan sampan layar tradisional di Kecamatan Moro, joget dangkog dilaksanakan di tepi pantai setelah semua kegiatan lomba selesai dilaksanakan. Berjoget bersama menjadi hiburan yang dinanti-nanti bagi semua peserta dan seluruh penonton yang hadir. Pada pertunjukan ini siapa saja boleh mengebeng, baik laki-laki maupun perempuan. Setiap penonton juga dibebaskan dari segala bentuk bayaran, karena semua biaya telah ditanggung oleh panitia yang mengadakan kegiatan yang membayar kelompo dangkong dengan sistem borong. Sistem pemayaran yang bersifat borongan menyebabkan peserta joget tidak bisa secara bebas memilih lagu yang disukai, pengebeng harus mengikuti lagu-lagu yang dibawakan oleh kelompok joget dangkong.
C)    Formasi Anak Joget
Dalam pertunjukan kesenian joget dangkong saat ini juga telah terjadi perubahan formasi anak joget, yang ditandai dengan adanya anak joget laki-laki dalam satu kelompok joget. Selain itu, seorang anak joget tidak lagi merangkap sebagai penyanyi, karena dalam pertunjukan joget dangkong saat ini terdapat seorang penyanyi yang semata-mata bertugas sebagai penyanyi dan tidak ikut berjoget bersama penonton. Keberadaan kelompok penyanyi dalam kelompok jget dangkong saat ini tentunya juga membuat struktur organisasi kelompok joget dangkong menjadi  sedikit berubah dari bentuk asalnya. Perubahan struktur organisasi kelompok joget juga disebabkan oleh berubahnya bentuk kelompok joget menjadi sanggar kesenian.
D)    Gerakan Joget Dangkong
Gerakan joget dangkong juga mengalami berbagai perubahan. Menurut beberapa informan, perubahan gerak pada saat ini banyak terjadi pada gerak rentakkan kaki yang tidak sesuai dengan irama gendang dan gong. Merubah gerakan joget boleh saja dilakukan, selama tetap sesuai dengan irama musik dan tetap menggunakan nama judul lagu yang asli. Perubahan gerakan joget jelas terlihat dalam kegiatan festival joget dangkong (yang merupakan agenda tahunan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Karimun). Dalam kegiatan ini dapat kita berbagai gerakan joget yang merupakan kreasi baru dari koreografer tari Melayu saat ini. Anak joget berjoget dengan gerakan yang sangat teratur dan serentak layaknya tarian Melayu untuk acara-acara resmi. Joget dangkong dalam kegiatan tersebut tidak hanya ditampilkan sebagai tari hiburan, tetapi juga dikemas sebagai tari pertunjukan.
E)     Lagu Joget Dangkong
Perubahan ruang dan tujuan pertunjukan joget dangkong menyebabkan terjadinya perubahan lagu joget. Dalam pertunjukan joget dangkong masa kini sudah sangat jarang memainkan lagu-lagu lama (lagu-lagu yang telah ramai dimainkan pada sebelum masa kemerdekaan). Kesempatan pertunjukan yang lebih terbuka dalam upacara perkawinan, telah mendorong perkembangan lagu-lagu joget yang baru dalam upacara perkawinan, pengantin baru, atau aktivitas malam berinai. Perubahan lagu joget yang dialami kesenian joget dangkong di Moro, juga disebabkan banyaknya bermunculan lagu-lagu Melayu yang baru, yang bisa disesuaikan dengan tempo joget. Perubahan lagu joget ini sebenarnya bukanlah hal yang buruk, karena dapat menambah khasanah lagu dalam kesenian joget dangkong. Akan tetapi sangat disayangkan, bertambahnya lagu-lagu baru menyebabkan lagu-lagu joget dangkong tempo dulu mulai terlupakan dan punah.
F)     Kostum dan Tata Rias Joget Dangkong
Perubahan juga terjadi pada kostum dan tata rias anak joget. Saat ini anak joget tidak hanya mengenakan baju kurung labuh atau baju kurung biasa yang dipadankan dengan kain batik, tetapi juga telah memakai berbagai macam pakaian seperti baju kebaya yang dipadankan dengan rok atau celana panjang. Anak joget saat ini juga telah menggunakan baju kaos dan celana jeans panjang yang ketat dan menonjolkan lekuk tubuh. Tata rias anak joget saat ini telah menggunakan alat-alat rias modern. Anak joget tidak lagi menggunakan rambut asli sebagai sanggul tetapi telah menggunakan berbagai macam sanggul. Untuk hiasan rambut, anak joget tidak lagi menggunakan bunga hidup, melainkan telah menggunakan berbagai hiasan rambut seperti bando atau jepit rambut yang terbuat dari bahan plastik dengan berbagai model dan warna, sunting, kembang goyang, dan berbagai hiasan rambut yang terbuat dari tembaga atau kuningan. Kostum anak joget saat ini sudah ditambah dengan berbagai aksesoris seperti gelang, kalung, ikat pinggang, dan selendang.
Pada saat ini para seniman kesenian joget dangkong di Kecamatan Moro memang belum mampu membawa kesenian joget dangkong ini ke puncak kepopuleran seperti pada zaman kerajaan Melayu. Namun, setidaknya para seniman kesenian joget dangkong di Kecamatan Moro telah berupaya menjadikan kesenian joget dangkong dari tari tradisional menjadi tari kreasi yang berorientasi pada bentuk tradisional dengan beberapa perubahan yang dilakukan.

Kesimpulan

Kesenian joget dangkong atau disebut juga "dangkung" merupakan kesenian tari tradisional yang sudah ada sejak masa Kerajaan Melayu di Kepulauan Riau. Joget Dangkong ini berfungsi sebagai upacara adat, adat pernikahan, sebagai penghibur warga kerajaan pada zaman dahulu, serta sebagai penghibur semua masyarakat disekitar kerajaan. Kesenian jogger dangkong ini mengalami perubahan seiring dengan perkembangan zaman, baik dari perubahan alat musik yaitu dengan menggunakan biola, perubahan bentuk pertunjukkan, perubahan formasi anak joget, perubahan gerakan joget dangkong, perubahan lagu joget, dan perubahan kostum dan tata rias joget dangkong. Dewasa ini, kesenian ini sudah mulai kurang diminati oleh masyarakat. Untuk itu pemerintah daerah Kecamatan Moro, Kabupaten Karimun mulai mengupayakan agar kesenian ini tetap dilestarikan. Salah satunya pemerintah daerah Kabupaten Karimun mengadakan Dangkong Dance Festival pada tahun 2013 sebagai salah satu cara untuk melestarikan kesenian joget dangkong ini.


Daftar Pustaka

Badan Pusat Statistik. 2007. Kecamatan Moro Dalam Angka Tahun 2007/2008. Kabupaten Karimun: BPS.
Hamidi, UU. 2003. Bahasa Melayu dan Kreativitas Sastra di Riau. Pekanbaru: Unri Press.
Hamidi, UU. 2006. Lagad Melayu Dalam Lintasan Budaya di Riau. Pekanbaru: Bilik Kreatif Press.
Hamidi, UU. 1995. Orang Melayu di Riau. Pekanbaru: UIR Press.
Jawara News. 2012. "Joget Dangkung". http://jawaranews.blogspot.com/2012/06/tradisi-melayu-joged-dangkong.html. Diakses pada tanggal 18 Mei 2015.
Kayam, Umar. 1981. Seni, Tradisi, Masyarakat. Jakarta: Sinar Harapan.
Sobowati. 2009. Kesenian Tradisional Masyarakat Bangka Belitung. Depbudpar­­­­­­­­­­­­­-BPSNT Tanjungpinang.

No comments:

Post a Comment