PENDIDIKAN DI INDONESIA PADA MASA AWAL KEMERDEKAAN DAN PADA MASA DEMOKRASI TERPIMPIN

 AHMAD SUHARLAN/SEJARAH PENDIDIKAN

    Secara garis besar pendidikan di awal kemerdekaan diupayakan untuk dapat menyamai dan mendekati sistem pendidikan di negara-negara  maju. Pada masa peralihan antara tahun 1945-1950 bangsa Indonesia merasakan berbagai kesulitan baik di bidang sosial ekonomi, politik maupun kebudayaan, termasuk pendidikan. Dari sejumlah anak-anak usia sekolah hanya beberapa persen saja yang dapat menikmati sekolah, sehingga sisanya 90% penduduk Indonesia masih buta huruf. Tujuan pendidikan pada waktu itu
dirumuskan untuk mendidik warga negara yang sejati. Dengan kata lain, tujuan pendidikan pada masa itu ditekankan pada penanaman semangat patriotisme, karena pada saat itu negara dan bangsa Indonesia sedang mengalami perjuangan fisik dan sewaktu-waktu pemerintah kolonial Belanda masih mencoba untuk menjajah kembali negara Indonesia.
     Kurikulum pasca kemerdekaan kemerdekaan saat itu diberi nama Leer Plan dalam bahasa Belanda artinya Rencana Pelajaran, lebih terkenal ketimbang kurikulum1947. Pada saat itu, kurikulum pendidikan di Indonesia masih dipengaruhi sitem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang. Sehingga hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Rencana Pelajaran 1947 dikatakan sebagai pengganti sitem pendidikan kolonial Belanda. Karena saat itu bangsa Indonesia masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan dan bertujuan untuk pembentukan karakter manusia Indonesia yang merdeka dan berdaulat dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi. Yang diutamakan pendidikan watak, kesadaran bernegara dan bermasyarakat, materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari, perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani. Tata susunan persekolahan sesudah Indonesia merdeka yang berdasarkan satu jenis sekolah untuk tiga tingkat pendidikan seperti pada zaman Jepang tetap diteruskan sedangkan rencana pembelajaran pada umumnya sama dan bahasa Indonesia ditetapkan sebagai bahasa pengantar untuk sekolah. Buku-buku pelajaran yang digunakan adalah buku-buku hasil terjemahan dari bahasa Belanda ke dalam bahsa Indonesia yang sudah dirintis sejak jaman Jepang.

-Adapun susunan persekolahan dan kurikulum yang berlaku sejak tahun 1945-1950 adalah sebagai berikut:
Pendidikan Rendah
        Pendidikan yang terendah di Indonesia sejak awal kemerdekaan yang disebut dengan Sekolah Rakyat (SR) lama pendidikannya semula 3 tahun. Maksud pendirian SR ini adalah selain meningkatkan taraf pendidikan pada masa sebelum kemerdekaan juga dapat menampung hasrat yang besar dari mereka yang hendak bersekolah. Mengingat kurikulum SR diatur sesuai dengan putusan Menteri PKK tanggal 19 nopember 1946 NO 1153/Bhg A yang menetapkan daftar pelajaran SR dimana tekanannya adalah pelajaran bahasa berhitung. Hal ini dapat telihat bahawa dari 38 jam pelajaran seminggu, 8 jam adalah untuk bahasa Indonesia, 4 jam untuk bahasa daerah dan 17 jam berhitung untuk kelas IV< V dan VI. Tercatat sejumlah 24.775 buah SR pada akhir tahun 1949 pada akhir tahun 1949 di seluruh Indonesia. Ada dua jenis pendidikan Umum yaitu sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah Tinggi (SMT).
• Sekolah Menengah Pertama (SMP) seperti halnya pada zaman jepang, SMP mempergunakan rencana pelajaran yang sama pula, tetapi dengan keluarnya surat keputusan menteri PPK thun 1946 maka diadakannya pembagian A dan B mulai kelas II sehingga terdapat kelas II A,IIB, IIIA dan IIIB. Dibagian A diberikan juga sedikit ilmu alam dan ilmu pasti. Tetapi lebih banayak diberikan pelajaran bahasa dan praktek administrasi. Dibagian B sebaliknya diberikan Ilmu Alam dan Ilmu Pasti.
• Sekolah Menengah Tinggi (SMT): Kementerian PPK hnaya mengurus langsung SMAT yang ada di jawa terutama yang berada di kota-kota sperti: Jakarta,bandung, semarang, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan Cirebon. SMT di Luar Jawa berada di bawah pengawasan pemerintah daerah berhubung sulitnya perhubungan dengn pusat. SMT merupakan pendidikan tiga tahun setelah SMP dan setelah lulus dapat melanjutkan ke perguruan tinggi. Mengenai rencana pelajaran belum jelas, dan yang diberikan adalah rencana pelajaran dalam garis besar saja. Karena pada waktu itu msaih harus menyesuaikan dengan keadaan zaman yang masih belum stabil. Demikian rencana pembelajaran yang berlaku yaitu: (1) isinya memenuhi kebutuhan nasional, (2) bahasa pengantarnya adalah bahasa Indonesia, (3) mutunya setingkat dengan SMT menjelang kemerdekaan. Ujian akhir dapat diselenggarakan oleh masing-masing sekolah selama belum ada ujian negara, tetapi setelah tahun 1947 barulah berlaku ujian negara tersebut.
Pendidikan Guru
Dalam periode antara tahun 1945-1950 dikenal tiga jenis pendidikan guru yaitu:
• Sekolah Guru B (SGB) lama pendidikan 4 tahun dan tujuan pendidikan guru untuk sekolah rakyat. Murid yang diterima adalah tamatan SR yang akan lulus dalam ujian masuk sekolah lanjutan. Pelajaran yang diberikan bersifat umum untuk di kelas I,II,III sedangkan pendidikan keuruan baru diberikan di kelas IV. Untuk kelas IV ini juga dapat diterima tamatan sekolah SMP,SPG dipimpin oleh seorang kepala sekolah yang membawahinya sejumlah guru dan diantaranya merupakan tenaga tidak tetap karena memang sangat kekuarangan guru tetap. Adapun sistem ujian pelaksanaannya dipecah menjadi dua yaitu, perta ditempuh di kelas II dan ujian kedua di kelas IV.
• Sekolah Guru C (SGC) berhubung kebutuhan guru SR yang mendesak maka terasa perlunya pembukaan sekolah guru yang dalam tempo singkat dapat menghasilkan. Untuk kebutuhan tersebut didirikan sekolah guru dua tahun setelah SR dan di kenal dengan sebutan SGC tetapi karena dirasakan kurang bermanfaat kemudian ditutup kembali dan diantaranya dijadikan SGB.
• Sekolah guru A (SGA) karena adanya anggapan bahwa pendidikan guru 4 tahun belum menjamin pengetahuan cukup untuk taraf pendidikan guru, maka dibukalah SGA yang memberi pendidikan tiga tahun sesudah SMP. Disamping Itu dapat pula diterima pelajar-pelajar dari lulusan kelas III SGB. Mata pelajaran yang diberikan di SGA sama jenisnya dengan mata pelajaran yang diberikan di SGb hanya penyelenggaraannya lebih luas dan mendalam.
Pedidikan Kejuruan
            Yang dimaksud dengan pendidikan kejuruan adalah Pendidikan ekonomi dan pendidikan kewanitaan:
• Pendidikan ekonomi: pada awal kemerdekaan pemerintah baru dapat membuka sekolah dagang yang lama, pendidikannya tiga tahun sesudah Sekolah Rakyat. Sekolah dagang ini bertujuan untuk memenuhi kebutuhan tenaga administrasi atau pembukuan, sedangkan penyelenggaraan sekolah dagang tersebut dilaksanakan oleh inspektur sekolah dagang.
• Pendidikan Kewanitaan: sesudah kemerdekaan pemerintah membuka Sekolah Kepandaian Putri (SKP) dan pada tahun 1947 sekolah guru kepandaian putri (SGKP) yang lama pelajaranya empat tahun setelah SMP atau SKP.
   Pendidikan Teknik
     Seperti sekolah lain, keadaan Sekolah Teknik tidaklah teratur karena disamping pelajarnya sering terlibat dalam pertahanan negara, sekolah tersebut kadang-kadang juga dipakai sebagai pabrik senjata. Sekolah Teknik di Solo misalnya, dikerahkan untuk membuat senjata yang sangat diperlukan kendali apaadanya. Adapun sekolah-sekolah teknik yang ada pada masa itu ialah:
1.Kursus Kerajinan Negeri (KKN): sekolah/kursus ini lamanya satu tahun lamanya dan merupakan pendidikan teknik terendah berdasarkan SR enam tahun. KKN terdiri atas jurusan-jurusan: kayu, besi,anyaman.perabot rumah, las dan batu.
2.Sekolah Teknik Pertama (STP): bertujuan mendapatkan tenaga tukang yang terampil tetapi disertai dengan pengetahuan teori. Lama pendidikan ini dua tahun sesudah SR dan terdiri atas jurusam-jurusan: kayu, batu, keramik, perabot rumah, anyaman, besi ,listrik, mobil, cetak, tenun kulit, motor, ukur tanah dan cor.
3.Sekolah Teknik (ST): bertujuan mendidik tenaga-tenaga pengawasan bangunan. Lama pendidikan dua tahun stelah STP atau SMP bagian B dan meliputi jurusan-jurusan: bangunan gedung, bangunan air dan jalan, bangunan radio, bangunan kapal, percetakan dan pertambangan.
4.Sekolah Teknik menengah (STM): bertujuan mendidik tenaga ahli teknik dan pejabat-pejabat teknik menengah. Lama pendidikan empat tahun setelah SMP bagian B atau ST dan terdiri atas jurusn-jurusan: bangunnan gedung, bangunan sipil, bangunan kapal, bangunan mesin, bangunan mesin, bangunan listrik, bangunan mesin kapal, kimia, dan pesawat terbang.
5.Pendidikan guru untuk sekolah-sekolah teknik: untuk memenuhi keperluan guru-guru sekolah teknik, dibuka sekolah/kursus-kursus untuk mendidik guru yang menghasilkan:
o.Ijazah A Teknik (KGSTP) guna mengajar dengan wewenang penuh pada STP dalam jurusan: bangunan sipil, mesin, listrik dan mencetak.
o.Ijazah B I Teknik (KGST) untuk mengajar dengan wewenang penuh pada ST/STM kelas I dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung-geung dan mesin.
o.Ijazah B II Teknik guna mengajar dengan wewenang penuh pada STM dalam jurusan bangunan sipil, bangunan gedung, mesin dan listrik
   Pendidikan Tinggi
     Dalam periode 1945-1950 kesempatan untuk meneruskan studi pendidikan tinggi semakin terbuka lebar bagi warga negara tanpa syarat. Lembaga pendidikan ini berkembang pesat tetapikarena adanya pelaksanaannya di lakukan perjuangan fisik maka perkuliahan kerap kali di sela dengan perjuangan garis depan.
    Lembaga pendidikan yang ada adalah Universitas Gajah Mada, beberapa sekolah tinggi dan akademi di Jakarta (daerah kependudukan) Klaten, Solo dan Yogyakarta. Perkembangan pendidikan tinggi sesudah proklamasi kendati mengalami berbagai tantangan, tetapi tidak juga dapa dipisahkan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan dan merupakan salah satu kekuatan dari seluruh kekuatan rakyat Indonesia. Sejak awal kemerdekaan di Jakarta pada waktu merupakan daerah pendudukan Belanda, berdiri sekolah Tinggi kedokteran sebagai kelanjutan Ika Daigaku zaman Jepang. Pada bulan Nopember 1946 dibuka pula Sekolah Tinggi Hukum serta filsafat dan sastra. Setelah aksi agresi militer I kedua lembaga pendidikan tinggi terakhir in di tutup oleh belanda sehingga secara resmi sudah tidak ada lagi, dengan demikian pendidikan tinggi waktu itu terpecah menjadi dua yaitu pendidikan tinggi republik dan Pendidikan tingkat tinggi pendudukan Belanda.
    Pendidikan Pada   Masa   Demokrasi      Terpimpin(1959-1966)

      1.   Tujuan Pendidikan
Dunia pendidikan tak dapat dilepaskan dari –pengaruh politik Manipol Usdek. Bahkan dapat dikatakan bahwa pemerintah sadar benar akan posisi pendidikan sebagai mekanisme rekayasa sosial, budaya.ekonomi dan politik karena itu tujuan pendidikan nasional serta upaya pendidikan tak mungkin dilepaskan dari konsep Manipol Usdek. Tujuan dan upaya pendidikan sudah mulai ditujukan kepada pembentukan manusia yang diinginkan oleh konsep Manipol Usdek. Tujuan pendidikan adalah menanamkan jiwa yang memiliki kepeloporan dalam membela dan mengembangkan Manipol Usdek. Untuk itu perubahan kurikulum di lakukan. Mata pelajaran Civics menjadi mata pelajaran utama disetiap jenjang pendidikan. Dalam pelajaran itu dimasukkan ideologi yang sedang dikembangkan presiden Soekarno. Artinya pelajaran Civics dapat dikatakan sebagai awal ideolaogi dalam pendidikan Indonesia. Keberadaan mata pelajaran yang memiliki misi demikian dipertahankan sehingga nantinya diperkenalkan mata kuliah Pendidikan Pancasila atau PMP dengan diisi misi pendidikan yang sama. Keberadaan mata pelajaran ini semakin kuat ketika adanya Tap MPRS dan GBHN yang menyatakan sebagai mata pelajaran wajib dalam setiap jenjang pendidikan di Indonesia. Pada tahun 1959 pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan untuk menjaga agar arah pendidikan tidak menuju ke pembantukan manusia liberal yang dianggap sanagat bertentangan dengan jiwa dan semangat bangsa Indonesia. Salah satu tugas revolusi untuk membangun manusia Indonesia yang tidak terjerusmus dalam mental "Liberal" dan yang bersendikan mental Manipol Usdek karena itu menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Prof. Dr. Prijono mengeluarkan instruksi menteri yang dikenal dengan nama "Sapta Usaha Tama dan Pancawardhana". Dalam pendidikan Pancawardhana ini dinyatakan bahwa pendidikan berisikan prinsip-prinsip: perkembangan cinta bangsa dan cinta tanah air, moral nasional/internasional/keagamaan perkembangan kecerdasan, perkembangan emosional artistik atau rasa keharusan dan keindahan lahir-batin, perkembangan keprigelan atau kerajinan tangan, dan perkembangan jasmani. Selain itu sekolah juga harus melaksanakan hari krida (hari yang digunakan untuk kegiatan ekstra kurikuler yang penekanan utamanya pada sesuatu kegiatan yang meransang kegiatan fisik dan perasaan. Dalam ketetapannya Nomor XXVII tahun 1966 (TAP XXVII/MPRS/1966 menetapkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah untuk menghasilkan manusia pancasila sejati berdasarkan ketentuan-ketentuan seperti yang telah dikendaki oleh Pembukaan UUD 1945 dan isi UUD 1945. Sesuai dengan perubahan tujuan pendidikan nasional maka kurikulum sekolah pun mengalami perubahan. Dikembangkan kurikulum baru yng dikenal dengan nama kurikulum 1968 sesuai dengan kurikulum keberlakuan kurikulum tersebut. Dalam kurikulum mata pelajaran Civics yang sudah diganti namanya mejadi Pendidikan Kewarganegaraan Negara. Pada dasarnya, pendidikan Kewargaan Negara berbeda dengan Civics. Dalam mata pelajaran ini dijalin mata pelajaran sejarah, geografi dan pengetahuan kewarganegara. Memang nantinya mata pelajaran ini pernah menjadi dua mata pelajaran dalam kurikulum 1975, yaitu Pendidikan Moral Pancasila (PMP) dan Ilmu Pegetahuan Sosial (IPS). Pengetahuan kewarga negaran menjadi bagian dasar dari PMP sedangkan sejarah dan geografi   menjadi           bagian  dari      IPS.
 1.        Sistem dan Jenis Persekolahan
Pada masa antara tahun 1959-1966 jenjang pendidikan di Indonesia terbagi atas jenjang pendidikan dasar, jenjang pendidikan menengah, dan jenjang pendidikan tinggi. Pada dasarnya pembagian yang demikian masih berlaku hingga sekarang. Di jenjang pendidikan menengah pertama, sekolah yang memeberikan pendidikan umum adalah SMP, sedangkan sekolah yang memberikan pendidikan khusus dalam bidang tertentu beraneka yaitu untuk pendidikan teknik (ST), pendidikan ekonomi (SMEP), pendidikan kerumahtanggaan (AKKP) dan juga pendidikan guru (SGB). Nantinya pada mas orde baru tau te[patnya pada tahun 1984 pemerintah melalui keputusan presiden menghapuskan sekolah kejuruan yang mejadi bagian pendidikan menengah pertama ini sehingga jenjang ini memiliki anggota hanya SMP saja. Sekolah guru bantu (SGB) sudah dihapuskan terlebih dahulu yakni pada tahun 1961. Adanya upaya untuk meningkatkan kualitas pendidikan guru Sr menyebabkan pemerintah menghapus SGB dan menambah jumlah SGA. Dengan demikian, SGA yang semula menjadi SMP pada masa ini sudah dikhususkan untuk menghasilkan guru SR. Pada tahun 1990 SGA dihapuskan dan tugas menghasilkan guru sepenuhnya dibebankan kepada IKIP/FKIP. Di jenjang pendidikan menengah atas terdapat sekolah umum SMA. Sekolah kejuruan yang berada pada jenjang ini ialah sekolah menengah ekonomi (SMEA). Sekolah Teknik Menegah (STM) dengan berbagai jurusan. Sekolah Kesejahteran Keluarga Atas (SKKA), Sekolah Menengah Olahraga Atas (SMOA) dan Sekolah Guru Atas (SGA). Sekolah yang terakhir ini nantinya diubah menjadi Sekolah Pendidikkan Guru (SPG) sampai pada tahun 1990. Perubahan nama dari SGA menjadi SPG terjadi pada awal tahun 1964. Di jenjang pendidikan tinggi berbagai akademi, sekolah tinggi, institut, dan universitas. Jenis-jenis ini mengalami pasang-surut tetapi dengan dikeluarkannya UU No 2 tahun 1989, seluruh jenis yang pernah ada pada periode 1959-1966 dijamin kembali eksistensinya oleh UU tersebut. Pada kurun waktu yang dibicarakan disini, penataan pendidikan tinggi dilakukan berdasarkan udang-undang No 22 Tahun       1961    yang    dikeluarkan     atas      nama    RIS.

-           Kurikulum
   Kurikulum SD mengalami perubahan disesuaikan dengan Panca Wardhana. Dalam kurikulum ini dikenal adanya mata pelajaran yang sifatnyamembina kecerdasan, ketrampilan dan rasa/karya sesaui dengan wardhana yang ada. Untuk kurikulum SD diperkenalkan mata pelajaran yang dinamakan Pendidikan Kemasyarakatan. Mata pelajaran ini dianggap sebagai alat utuk moral nasional/internasional dan keagamaan (dokumen kurikulum). Mata pelajaran pendidikan kemasyaraktan merupakan pengintegrasian mata pelajaran ilmu bumi, sejarah dan kewarganegaraan.Perubahan kurikulum yang drastis terjadi untuk SMP dan SMA. Pembagian jurusan A dan B di SMP dihapuskan. Sebagai sekaloh jenjang pendidikan menengah pertama adalah terlalu muda bagi sisianya untuk dipaksa kurikulum untuk memilih jalur A atau B apalagi penjaluran itu dilakukan ketika siswa akan naik ke kelas dua.Struktur kurikulum SMP terdiri dari kelompok dasar, kelompok cipta, kelompok rasa/karya dan kelompok krisa. Struktur ini disesuaikan dengana keputusan menteri menegani panca Wadhana. Kelompok dasr memberikan pengetahuan terdiri natas pelajaran Civics, sejarah nasioanl Idonesia, bahasa Indonesia, ilmu bumi Indonesia, pendidikan agama/budi pekerti dan pendidikan jasmani/kesehatan.Mata pelajaran seperti Aljabar, ilmu ukur, ilmu hayat, ekonomi adalah mata pelajaran yang etmasuk kelompok cipta, sejarah dunia termasuk pelajaran dalam kelompok cipta ini. Mata pelajaran dalam kelompok rasa/karya adalah drama dan sastra.
    Selanjutnya pada tahun 1962 ditetapkan SMP diberi nanam SMP gaya baru bebas jalur. Jalur atau jurusan baru diadakan di SMA. Pembagian itu baru diadakan setelah siswa satu tahun berda di SMA. Karena itu SMA ini pun dinamakan SMA gaya baru. Di kelas dua dan dilanjutkan di kelas tiga siswa dapat memilih empat jurusan yaitu, jurusan budaya, sosial, ilmu pasti dan ilmu alam.Kurikulum di SMA menetapkan bahwa mereka yang memilih jurusan satra diharuskan belajar bahasa asing seperti Jerman dan Perancis. Bahasa jawa kuno dan tulisan Arab Melayu adalah mata pelajaran yang termasuk dalam jurusan sastra. Sedangkan untuk jurusan sosial terdapat mata pelajaran seperti ekonomi, tata buku, hukum dan tata negara, etnologi/sosiologi. Dalam jurusan ilmu pasti terdapat mata pelajaran yang berhubungan dengan matematika seperti aljabar, ilmu ukur ruang, ilmu ukur bidang sedangkan bagi meraka yang masuk jurusan ilmu alam akan mendapatkan mata pelajaran seperti ilmu alam. Kimia, ilmu tubuh manusia, ilmu hewan dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
    Sistem Ujian
  Di jenjang pendidikan dasar dan menegah diadakan ulangan untuk setelah beberapa pertemuan. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan masa sekarang. Meskipun demikian. Pada waktu itu tidak digunakan istilah formatif, sub-sumatif, ataupun sumnatif.Di kedua jenjang pendidikan ini tes tetap merupakan alat evaluasi yang utama. Dapat dikatakan hanya pemberian tugas yang merupakan alat evcaluasi tambahan. Memamng keadaan ini pun tidak berbeda dengan prinsipil dengan alat evaluasi yamng digunakan guru sekarang. Walaupun demikian guru belum mengenal bentuk tes obyektif. Bentuk soal yang digunakan masih berupa uraian (esai). Bentuk ini digunakan di Indonesia sejak sebelum kemerdekaan dan terus digunakan tanpa ada perubahan dalam bentuk samapai nantinya digunakan bentuk tes obyektif.
Fungsi ujian akhir sekolah ini terutama adalah untuk mereka yang akan melanjutkan kejenjang pendidikan yang lebih tinggi. Jadi di tahun terakhir SD, siswa yang akan melanjutkan pelajarannya ke SMTP diharuskan untuk menempuh ujiian negara. Demikian pula bagi mereka yang ingin melanjutkan daroi SMTP ke SMTA sehingga pada waktu itu dikenal adanya mereka yang akan tamat dan sekolah dan bagi mereka yang lulus dari suatu sekolah. Keadaan semacam ini nantinya berubah di mana siswa diminta untuk ikut untuk ujian akhir pendidikannya dan setelah itu mengikuti ujian masuk suatu sekolah keadaan ini terakhir berlangsung dari tahun 1970-1987 di mana kemudian diperkenalkan sistem Nilai Ebtanas Murni (NEM). Dengan model ini siswa tidak perlu lagi mengikuti tes masuk untuk sekolah yang akan di ikutinya.Angka yang digunakan untuk apresiasi hasil yang diperolah adalah dari 0-10. Skala ini masih digunakan samapai sekarang dan masih merupakan warisan pendidikan pada masa penjajahan Belanda.
Perubahan baru terjadi pada masa pemerintahan orde baru. Pada masa in ujian lisan masih dilakukan di perguruan tinggi meskipun pelaksanaannya terus berkurang. Dosen-dosen senior yang sudah terbiasa dengan ujian lisan masih tetap melakasanakannya meskipun demikian mereka sudah mulai didesak oleh kenyataan banyaknya mahasiswa. Jumlah yang semakin hari semakin bertambah besar menetapkan para dosen penguji harus menyediakan waktu banyak untuk menguji mahasisiwa, karena itu hanya terbatas pada perkuliahan dimana jumlah mahasiswa sangat kecil

   DAFTAR PUSTAKA
 - http://gracesmada.wordpress.com/mutu-pendidikan-indonesia/
 - Helius Sjamsuddin. 1993. Sejarah Pendidikan Di indonesia zaman   kemerdekaan (1945-1950). Depdikbud. Jakarta.
 -L.Misbah Hidayat.2007.Sejarah Pendidikan Di Indonesia Pada Masa Demokrasi Terpimpin.Gramedia Pustaka Utama.

No comments:

Post a Comment