PERANAN PERHIMPUNAN INDONESIA DALAM PERGERAKAN NASIONAL

DESI PURNAMA INDAH

 

Organisasi Perhimpunan Indonesia (PI) didirikan oleh para mahasiswa Indonesia di Belanda pada tahun 1908 dengan nama Indische Vereeniging. Organisasi ini bersifat sosial. Sementara itu bermunculan pula organisasi lain yang ada hubungan dengan Indonesia di negeri Belanda, sehingga kebutuhan akan suatu federasi sangat dirasakan. Atas prakarsa  Dr. Yap, Dr. Laboor, Suwardi Suryaningrat dan Ratulangi kemudian didirikan federasi yang bernama De Vrije Gedachte (Pikiran Bebas). Pada bulan Nopember 1917 federasi ini diberi nama baru, yaitu Indonesisch Verbond van Studeerenden. Ini adalah organisai pertama yang memakai nama Indonesia.Indische Vereeniging merupakan anggota dari Verbond yang paling besar jumlah anggotanya.[1]

    Perselisihan etnik antar kelompok di bawah Verbond akhirnya mengakibatkan dibubarkannya Indonesisch Verbond van Studeerenden pada bulan Juni 1922. Setelah bubarnya organisasi tersebut, Indische Vereeniging lebih diperkuat lagi dengan masuknya mahasiswa yang baru tiba dari Indonesia, seperti Subarjo Djojoadisurjo, Iwa Kusumasumantri, Muhammad Hatta, Ali Sastroamidjojo, dan Sunaryo. Mereka ini telah aktif dalam organisasi pemuda selama di Indonesia.

Pada tahun 1922 nama Indische Vereeniging diganti menjadi Indonesische Vereeniging. Jurnalnya yang semula bernama Hindia Putra, pada tahun 1924 diganti menjadi Indonesia Merdeka. Indonesische Vereeniging merupakan organisasi kedua yang memakai nama Indonesia. Pada tahun 1925 nama Indonesische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia. Menurut Akira Nagazumi, dipakainya kata Indonesia oleh anggota-anggota Perhimpunan Indonesia malah memberikan prioritas tertinggi pada isinya, "orang-orang Indonesia" yang menurut anggapan mereka menunjukkan hanya penduduk asli kepulauan, tidak termasuk orang-orang Belanda, Tionghoa dan unsur-unsur asing lainnya.[2]

Ada 4 pokok pikiran dalam ideologi Perhimpunan Indonesia yang dikembangkann sejak permulaan tahun 1925. Keempat pokok pikiran itu selanjutnya menjadi asas perjuangan PI, yaitu:

 

    Kesatuan Nasional, yaitu perlunya mengesampingkan perbedaan-perbedaan berdasarkan daerah dan perlu dibentuk suatu kesatuan aksi melawan Belanda untuk menciptakan negara kebangsaan yang merdeka dan besatu.

    Solidaritas, yaitu perlu disadari adanya pertentangan kepentingan yang mendasar antara penjajah dan yang dijajah dan kaum nasionalis harus mempertajam konflik antara antara orang kulit puith dan sawo matang.

    Non-kooperasi, yaitu kemerdekaan harus direbut oleh bangsa Indonesia dengan kekuatan sendiri karena itu tidak perlu mengindahkan dewan perwakilan kolonial seperti Volksraad.

    Swadaya, yaitu dengan mengandalkan kekuatan sendiri perlu dikembangkan suatu struktur alternatif dalam kehidupan nasional, politik, sosial, ekonomi dan hukum yang kuat berakar dalam masyarakat pribumi dan sejajar dengan administrasi kolonial.3)

 

Pikiran-pikiran pokok tadi disebarkan melalui majalah Indonesia Merdeka yang beredar pula di Indonesia. Dalam salah satu artikel, dimuat pula tiga pokok strategi melawan penjajah Belanda, yaitu:

 

    Politik devide et impera kaum penjajah harus dilawan dengan persatuan yang kokoh

    Politik memperbodoh rakyat harus dilawan dengan usaha pendidikan

    Politik asosiasi mempersatukan hal-hal yang sebenarnya tidak bisa dipersatukan harus dilawan dengan sikap non-kooperasi yang tegas.

 

Ide-ide perjuangan Perhimpunan Indonesia disebarluaskan di Indonesia oleh mahasiswa-mahasiswa yang kembali ke Indonesia setelah menamatkan studinya di negeri Belanda. Karena pengaruh mereka itulah, maka berdiri PPPI di Batavia pada tahun 1926 yang kemudian memprakarsai Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda.

Lokasi sosial historis para mahasiswa Indonesia yang sedang belajar di Negeri Belanda menciptakan kondisi yang berasal dari keluarga baik-baik, bahkan sebagian besar mula-mula dari kalangan  aristokrasi. Mereka memperoleh kesempatan yang langaka untuk belajar di perguruan tinggi Negeri Belanda yang penuh prestise itu. Lebih- lebih mereka berada di lingkungan sosial-politik yang berlaianan sekali dengan apa yang dikenal di Indonesia., yaitu dimana ada kebebasan leluasa untuk berbicara, berkumpul, dan berapat tanpa ada kekhawatiran akan tindakan pemerintah dan kepolisian. Tambahan pula mereka ada dalam posisi untuk mengadakan kontak yang luas dengan dunia Internasional, serta mnegenal secara lebih mendalam berbagai Ideologi modern, khususnya nasionalisme serta sering pula sosialisme dan marxisme.

Disamping itu perlu diperhatikan  pula bahwa hidup didalam kelompok kecil ditengah –tengah masyarakat asing dengan sendirinya mendorong orang kearah keakraban sehingga ada banayak kesempatan yang berkumpul,bergaul tanpa garis pemisah etnik,berkomunikasi banyak tentang permasalahan dari keadaan tanah air,dan sudah barang tentu tentang hal ikhwal pergerakan nasional.

Status para anggota PI  sebagai mahasiswa membawa posisi pada ikatan sosial-politik  tertentu, lagi pula mereka belum mempunyai kepentingan untuk mempertahankan kedudukannya sebagai estabilishment. Sebagaia kaum intelektual  mereka mampu menumbuhkan kesadaran yang tinggi ,baik mengenai status serta peranan yang diharapkan dari mereka maupun tentang perkembangan  nasionalisme dalam hubungannya dengan situasi politik Indonesia dan di luar  negeri. Dari mereka dapat diharapkan diagnosis yang tepat mengenai masalah perjuanagan nasional melawan kolonialisme, sehingga berbagai strategi dapat disusun untuk memeberi arah yang lebih sesuai.Mengenai analaisis tantang peranana PI lebih lanjut perlu diarahkan dua factor yang turut menetukan orientasinya yaitu:

1. Sebagai unsur yang berasal  dari kalangan aristokrasi, mereka menyadari bahwa  generasi tua diperalat oleh penguasa colonial untuk menekan dan mengeksploitasi rakyat sendiri, suatu perana yang dimata mereka  tidak pantas dan tidak akan mereka jalankan

2. Suatu ironi dalam perkembangan elite  disini ialah  bahw apa yang dicita-citakan  oleh generasi tua justru  dicemooh oleh generasi muda yang sekaligus menjadi counter elite.

Dalam konteks colonial yang menarik ialah bahwa justru di konstinuitas ideology mengakibatkan kontinuitas golongan atau kelompok. Sikap kelompok para anggota PI  dipengaruhi kesempatan yang leluasa untuk berkontak secara intensif  dan terus menerus dengan tokoh-tokoh pergerakan nasional yang mengalami pembuanagan di Negeri Belanda, sehinggga dengan sendirinya membawa orientasi radikal  atau paling sedikit progresif , seperti kehadiran Douwes Dekker, Tjipto Mangoenkoesoemo, Suwardi Soerjaningrat dalam tahun belasan, kemudian Semaoun, Darsono dalam tahun dua puluhan. Pengalaman tokoh –tokoh itu tidak hanya secara langsung  menambah informasi tentang keadaaan perjuangan, tetapi pengaruh yang memancar dari tokoh-tokoh  dengan kepribadian serta kepemimpinan yang menonjol memeberi inspirasi yang lebih besar kepada para mahasiswa  sehingga kerelaan untuk menderita karenanya  tidak  luput meninggalakan kesan yang mnedalam pada pribadi mereka.Dengan deklarasi prinsip-prinsipnya, PI sekaligus memainkan  peranan sebagai barisan depan pergerakan nasional. Bertolak dari paham bahwa pada hakikatnya sistem colonial mengandung pertentangan kepentingan antara penjajah dan yang diajajah, maka dalam perjuangan nasional pertentangan itu  perlu dipertajam dan ditekankan. Tercakup dalam paham ini ialah gagasan nonkooperasi  dan swadaya . Dalam perjuangan ini seluruh rakyat Indonesia dari segala lapisan perlu bersatu untuk mencapai tujuan bersama. Uuntuk mengatasi akibat demoralisasi yang dilakukan oleh penjajah maka  perlu ditingkatkan kehidupan materil  dan spiritual bangsa Indonesia.

 Prinsip-prinsip yang fundamental serta sangata luas cakupannya itu menempatkan PI  diatas organisasi-organisasi lainnya. Identifikasi masalah colonial secara tegas dan tajam memungkinkan PI merumuskan tujuan politiknya  yang radikal dan refolusioner . konsekuensi dari titik pendirian  itu ialah bahwa  pergerakan nasioal dengan tegas menepuh haluan politik. Tambahan pula solidaritas nasional yang duhimbaunya memperkuat  kedudukan PI  sebagai pemegang kepemimpinan gerakan. Maka dari itu sejak awal  otoritas nya dikalangan pelbagai  organisasi cukup besar. Kewibawaan Pi itu terbukti dari langakah PKI untuk membuat kontrak politik  dengan Pi yang menentukan bahwa:

1. PKI mengakui dan tunduk  kepada pimpinan PI serta berjanji tidak melakukan oposisi terhadap usaha-usaha PI;

2.  PI sebagai partai nasional bertanggung jawab penuh atas perjuangan  nasional. Tetapi ternyata  kemudian kontrak itu ditiadakan oleh semaoen pada tahun 1926.

Juga dikalangan internasional, PI mula- mula maminkan peranannya serta melakukan propaganda bagi perjuanagn melawan kolonialisme dan imperialism, antara lain dengan menghadiri pertemuan  dari perkumpulan study peradaban  di Paris (1925) dan kemudian rapat liga anti kolonilaisme  di Brussel (1927). Terutama lewat kontaknya  dengan liga tersebut diatas dapatlah PI melakukan propaganda diluar negeri , antara lain dengan tujuan agar gambaran perjuangan Indonesia tidak hanya dikenal, tetapi juga dimengerti bahwa bangsa Indonesia mampu menjalankan pemerintahannya sendiri. Suatu kontak yang sangat penting ialah  dengan All Indian National Congress  yang memegang peranan penting  dalam perjuangan bangsa Indonesia  dalam melawan kolinialisme Inggris. [4]

Daftar Pustaka:

[1]Akira Nagazumi. 1976. Indonesia dan "Orang-orang Indonesia" dalam  Indonesia dalam

     Masalah dan Peristiwa, Bunga Rampai. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, hal. 13

[2]John Ingleson. 1983. Jalan ke Pengasingan Pergerakan Nasionalis Indonesia Tahun

    1927-1934.Jakarta:LP3ES,hal.5

[3]Kompas, Minggu, 24 Oktober 1982, hal. IX

[4] Kartodirjo Sartono.1990. Sejarah Pergerakan Nasional. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Halaman 149-150.

 

No comments:

Post a Comment