PERJUANGAN MELALUI VOLKSRAAD (FRAKSI NASIONAL)

CYNDI DWI RAHMADANI 

 

Volksraad sebagai dewan rakyat yang didirikan tahun 1918, menjadi wadah bagi pemimpin organisasi untuk menyalurkan aspirasi perjuangan tanpa takut adanya penangkapan dan pembuangan seperti yang diberlakukan pada kaum pergerakan yang radikal. Ini tidak berarti bahwa di luar volksraad tidak ada aksi perjuangan. Organisasi pergerakan tetap giat melakukan akitivitas di berbagai bidang dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat, seperti mendirikan Rukun Tani, Rukun Pelayaran, mengusahakan bank, koperasi dan sebagainya.

Walaupun volksraad tidak mempunyai kekuasaan legislatif dan wewenangnya hanya terbatas memberi advis, sehingga tidak pernah memuaskan harapan rakyat Indonesia, namun volksraad merupakan satu-satunya tempat yang aman untuk mencurahkan kecaman terhadap pemerintah Hindia Belanda. Untuk

itu organisasi pergerakan kooperatif telah membentuk suatu kesatuan aksi di volksraad yang disebut Fraksi Nasional. Fraksi ini didirikan pada tanggal 27 Januari 1930 di Jakarta, berdasarkan ide Muhammad Husni Thamrin, ketua Perkumpulan kaum Betawi. Berdirinya Fraksi Nasional dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, yakni:

A.    Sikap pemerintah Belanda terhadap gerakan politik diluar Volksraad khususnya terhadap partai Nasional Indonesia. Tindakan keras Pemerintah Kolonial Belanda lebih menonjol setelah terjadi pemberontakan PKI pada tahun 1926. Para Pergerakan Nasional Indonesia hampir tidak mampu untuk bernapas. Pemberontakan yang sia-sia itu ternyata dijadikan dalih oleh Pemerintah Belanda dalam rangka menciptakan ketertiban umum yang merupakan alasan klise dari penerapan pasal-pasal karet dari KUHP pada saat itu. Di samping itu juga terdapat tindakan-tindakan lain yang dilakukan oleh Pemerintah kolonial khususnya Gubernur Jendral dengan dalih memegang hak istimewa yang tercermin dalam Exarbitante Rechten.

B.     Anggapan dan perlakuan yang sama oleh Pemerintah belanda terhadap semua gerakan baik yang non maupun kooperasi. Kejadian ini sangat menghalangi penggalangan kekuatan pada organisasi yang moderat. Pada saat terjadi penangkapan terhadap tokoh PNI, ternyata anggota-anggota perkumpulan yang moderatpun juga ikut diinterogasi. Dengan demikian tindakan pengawasan politik tidak pandanng bulu. Ini tidak lain suatu pencerminan ketakutan yang amat sangat dari Pemerintah Kolonial Belanda terhadap gerakan-gerakan yang terjadi di Indonesia.

C.     Berdirinya Vaderlandsche Club (VC) pada tahun 1929 sebagai protes terhadap pelekasanaan "etsch belied", Gubernur Jendral de Graef. Tindakan Zentgraaff dengan VC merupakan usaha kearah pengingkaran terhadap Etthishe Koers dari desakan Fraksi Sosial Demokrat (Troelstra dan kawan-kawan) dalam Tweede Kamer Parlemen Belanda. Kelompok VC menjadi pressure groep dalam upaya menekankan tuntutan kaum Pergerakan Nasional, dan itu berarti semakin jauhnya pelaksanaan perubahan Ketatanegaraan yang dikehendaki oleh kaum humanis di negeri Belanda. Tujuan yang ingin dicapai oleh Fraksi Nasional itu adalah menjamin adanya kemerdekaan Nasional dalam waktu singkat dengan jalan mengusahakan perubahan ketatanegaraan yang merupakan salah satu pelaksanaan Trilogi Van Deventer, berusaha menghilangkan jurang perbedaan warna kulit (Stelsel Kolonial). Tujuan tersebut diusahakan dengan semangat kebangsaan tanpa harus melanggar Hukum Nasional. Perjuangan yang dilaksanakan oleh Fraksi Nasional seperti pembelaan terhadap para pemimpin Partai Nasional Indonesia yang ditangkap kemudian diadili pada tahun 1930. Di samping itu usaha pemborosan dana yang dilakukan oleh Pemerintah kolonial Belanda juga ditentang terutama dalam rangka menigkatkan anggaran pertahanan. Hal ini karena peningkatan anggaran pertahanan merupakan lonceng kematian dari usaha-usaha radikal kaum pergerakan dalam upaya mencapai Indonesia Merdeka. [1]

Fraksi Nasional bertujuan untuk mencapai kemerdekaan Indonesia secepat-cepatnya, dan untuk mencapai tujuan tersebut dilakukanlah usaha-usaha sebagai berikut :

A.    Berusaha mencapai perubahan ketatanegaraan,

B.     Berusaha melenyapkan semua perbedaan-perbedaan politik, ekonomi, dan tingkat pendidikan yang diakibatkan oleh antithesis colonial,

C.     Menggunakan semua jalan yang sah untuk mencapai tujuan tersebut. [2]

Anggota Fraksi Nasional berjumlah 10 orang, mereka terdiri dari berbagai perkumpulan dan suku. Berikut Susunan kepengurusan Fraksi Nasional di dewan rakyat.

1.      Ketua                   : Muhammad Husni Thamrin

2.      Wakil ketua         : Kusumo Utoyo

3.      Anggota               : Dwidjosewojo

4.      Anggota               : Datuk Kajo

5.      Anggota               : Muchtar Prabu Negara

6.      Anggota               : Cut Nyak Arief

7.      Anggota               : Suangkopon

8.      Anggota               : Pangeran Ali

9.      Anggota               : Suradi

10.  Anggota                 : Suroso. [3]

            Kegiatan pertama yang dilakukan oleh fraksi ini adalah pembelaan terhadap pemimpin-pemimpin PNI yang di tangkap di dalam sidang-sidang Volkstraad, Moh. Husni berpendapat bahwa tindakan penggeledahan dab penangkapan terhadap pemimpin-pemimpin PNI oleh  pemerintah tidak dapat dipertanggungjawabkan bahkan banyak di antaranya bukan anggota PNI juga digeledah dan dicurigai. Dengan peristiwa ini terbukti bahwa pemerintah dalam tindakkannya telah berlaku tidak bijaksana dan tidak adil terhadap pergerakan rakyat Indonesia.

Sementara itu masalah pertahanan juga dibicarakan dalam sidang Volksraad pada tahun 1930, dimana pemrintah bermaksud akan meningkatkannya. Maksud ini ditentang oleh anggota-anggota Fraksi nasional. Mereka berpendapat bahwa peningkatan kekuatan pertahanan itu pasti akan memerlukan biaya bessar sedangkan keadaan keuangan Negara tersebut sangat buruk, dan lagi tidak ada manfaatnya bagi Indonesia. Daerah-daerah diseluruh Indonesia tidak ada mempunyai sesuatau yang harus dipertahankan juga tidak kemerdekaan, sedangkan yang dimaksud dengan pertahanan terhadap serangan musuh adalah pertahanan terhadap kemerdekaannya. Jelas ia tidak mempunyai kemerdekaan karena Indonesia adalah jajahan. Oleh karena itu adalah lebih baik biaya tersebut digunakan untuk memperbaiki kesejahteraan sosial rakyat.

Pada tahun 1931 diangkatnya de Jonge seorang yang sangat reaksioner sebagai Gubernur Jendral yang baru ternyata telah memberikan akibat yang sangat buruk bagi Indonesia, baik dalam segi sosial-ekonomi maupun kehidupan politik. Sesuai dengan keadaan kehidupan sosial-ekonomi yang sangat tertekan akibat depresi ekonomi, maka kegiatan fraksi juga terutama ditujukan untuk memperbaiki keadaan sosial-ekonomi rakyat. Apalagi kehidupan dibidang politik memang sangat ditekan sekali oleh Pemerintah de Jonge. Masalah sosial yang banyak dibicarakan pada waktu itu adalah bidang pendidikan akibat dengan diumumkannya peraturan sekolah-sekolah liar (wilde schoolen ordonnantie) oleh pemerintah. Dijalankannya peraturan seperti ini pasti akan menghambat kemajuan rakyat Indonesia bahkan juga golongan Cina, India dan Arab, karena itu dengan di pelopori oleh Ki Hadjar Dewantara peraturan ini di tentang keras. Anggota-anggota Fraksi Nasional di dalam sidang Volksraad juga menuntut agar pemerintah mencabut segera peraturan tersebut. Bahkan M.H Thamrin bermaksud akan keluar Volksraad apabila tuntutan itu gagal. Melihat kemungkinan jejak Thamrin akan diikuti oleh anggota-anggota lainnya, bila hal itu memang terjadi berarti Volksraad akan kehilangan artinya oleh karena wakil-wakil bangsa Indonesia praktis tidak ada. Setelah mellihat reaksi-reaksi baik diluar maupun di dalam Volksraad. Yang dapat mengganggu ketenangan masyarakat, pemerintah Kolonial Belanda dengan terpaksa mencabut peraturan tersebut. [4]

Dibawah tekanan politik Gubernur Jendral De Jonge politik non kooperasi menjadi lumpuh, akibatnya muncul kaum kooperator yang didalam volksraad oleh fraksi nasional dan diluar volksraad oleh partai Indonesia Raya (Parindra) yang didirikan pada tahun 1935. Dalam masa itu muncullah petisi sutardjo yang didirikan pada tahun 1936 yang berisi usul Indonesia berdiri sendiri tetapi tidak lepas dari kerja sama Belanda. Petisi yang menghebohkan kalangan pergerakan, ada yang pro dan kontra, yang akhirnya gagal karena ditolak pemerintah Belanda. Dalam siding volksraad sendiri, suara fraksi nasional juga terpecah-pecah dalam menanggapi petisi.

Disatu pihak gerakan nasional di luar Volksraad bersatu, tetapi di pihak lain terjadi perpecahan dalam fraksi nasional di volksraad. Setelah pembukaan Volksraad yang baru pada tahun 1939, sudah menjadi kebiasaan bahwa fraksi nasional ditinjau kembali. M. Yamin yang pada tahun 1939 menjadi anggota volksraad menyusun rencana yang dalam beberapa hal lebih luas daripada rencana yang dibuat oleh M. H. Thamrin. M. Yamin mengusulkan agar fraksi nasional menyusun suatu progam yang akan diumumkan kepada seluruh rakyat Indonesia, untuk mengakhiri kecaman bahwa fraksi nasional itu tidak bekerja hanya untuk jawa saja tetapi juga untuk daerah-daera luar jawa.

Usul M. Yamin ini tidak disetujui oleh M.H. Thamrin. Oleh karena itu pada tanggal 10 juli 1939 atas prakarsa M. Yamin di volksraad berdiri golongan nasional Indonesia (GNI) di samping fraksi nasional. Badan ini tidak mewakili partai-partai di volksraad melainkan mewakili golongan-golongan rakyat. Dalam arti tertentu GNI ini bersifat provinsialistis. Semua anggotanya yaitu, M.Yamin, Soangkupon, Abdul Rasyid, dan Tajuddin Noor adalah utusan-utusan dari luar Jawa. Anggota fraksi nasional dari luar jawa yang tetap setia pada badan tersebut adalah Mukhtar dan Lapian.

Tanggapan pers terhadap kejadian itu ada yang menyambut baik yaitu sebagai usaha untuk menigkatkan perjuangan nasioanl, sedangkan suara lain mengkhawatirkan tindakan itu sebagai pemecahbelahan dan akan memperlemah perjuangan. Dalam asas tujuannya, kedua kelompok itu tidak ada bedanya. Untuk mengurus kepentingan-kepentingan di daerah luar jawa, orang-orang sumatera juga bisa tetap berada di fraksi nasional.

Tahun 1941 Fraksi nasional dan GNI  berfusi menjadi fraksi nasional Indonesia (Frani). Tujuan singkat dan tegas yaitu memperjuangkan Indonesia merdeka.

DAFTAR PUSTAKA

[1]http://tragedisosialsejarah.blogspot.com/2014/02/fraksi-nasional-berdiri-tanggal-27-1.html

[2] Slamet Muljana. 2008. Kesadaran nasional: dari kolonialisme sampai kemerdekaan, Volume 1. Jakarta : PT LKiS Pelangi Aksara. Hal : 205

[3]http://www.tuanguru.com/2012/01/perjuangan-melalui-volksraad.html

[4] Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah nasional Indonesia: Zaman Kebangkitan Nasional dan masa Republik Indonesia. Jakarta : PT Balai Pustaka. Hal : 383

 

No comments:

Post a Comment